RSS

METODE PENDAMPINGAN PASTORAL BAGI KELUARGA YANG MENJADI ORANG TUA TIRI


A.    Latar Belakang
Orang tua adalah ayah dan/atau ibu seorang anak, baik melalui hubungan biologis maupun sosial. Umumnya, orang tua memiliki peranan yang sangat penting dalam membesarkan anak, dan panggilan ibu/ayah dapat diberikan untuk perempuan/pria yang bukan orang tua kandung (biologis) dari seseorang yang mengisi peranan ini. Contohnya adalah pada orang tua angkat (karena adopsi) atau ibu tiri (istri ayah biologis anak) dan ayah tiri (suami ibu biologis anak). Orang tua merupakan setiap orang yang bertanggung jawab dalam suatu keluarga atau tugas rumah tangga yang dalam kehidupan sehari-hari disebut sebagai bapak dan ibu. Orang tua merupakan orang dewasa yang membawa anak ke dewasa, terutama dalam masa perkembangan. Tugas orang tua melengkapi dan mempersiapkan anak menuju ke kedewasaan dengan memberikan bimbingan dan pengarahan yang dapat membantu anak dalam menjalani kehidupan. Dalam memberikan bimbingan dan pengarahan pada anak akan berbeda pada masing-masing orang tua kerena setiap keluarga memiliki kondisi-kondisi tertentu yang berbeda corak dan sifatnya antara keluarga yang satu dengan keluarga yang lain.
Mama/Papa atau ayah/ibu merupakan salah satu sebutan lain untuk orang tua. Pemanggilan ibu/ayah dengan sebutan mama/papa sudah menjadi hal yang umum di masyarakat Indonesia. Tak dapat disangkal bahwa keluarga sebagai unit paling kecil dan dasar dari masyarakat, memiliki dampak yang dramatis dan menentukan dalam hidup seseorang. Karena dalam rahim keluargalah, kita ‘diciptakan, dikandung, dilahirkan dan dibesarkan. Begitu besarnya pengaruh keluarga dalam hidup seseorang, sehingga keluarga sering digambarkan sebagai harta yang paling berharga, istana yang paling indah.
Keluarga selalu dianggap penting oleh Gereja karena melalui keluargalah iman seorang anak bertumbuh hingga kelak mengarahkan anggota keluarga menjadi siapa,  bagaimana, dan seperti apa. Bagi Gereja, keluarga memiliki panggilan dan perutusannya sendiri karena keluarga adalah Gereja rumah tangga.
Dalam membangun sebuah keluarga, pastilah memiliki masalah-masalah yang akan selalu dihadapi. Hubungan pria dan wanita saja sudah sulit. Ketika ditambah anak-anak si istri, anak-anak si suami, mantan suami atau mantan istri dan mertua, banyak orang tidak sanggup lagi mengatasi tekanan itu. Keluarga dengan orangtua tiri butuh lebih banyak usaha dan pengertian sebab ada lebih banyak orang yang terlibat. Seringkali hal tersebut melibatkan anak-anak yang tidak meminta untuk berada dalam situasi seperti itu sejak awal.

BUDAYA IMLEK DALAM PANDANGAN GEREJA KRISTIANI


ABSTRAK
Jalan menuju inkulturasi masih panjang, apalagi menyangkut Misa Tahun Baru Imlek. Lingkungan di sekitar ikut mempengaruhi pemahaman yang tepat akan suatu tradisi. Gereja Indonesia tidak luput dari ketegangan, antara mengakomodasi kebutuhan umat Katolik yang masih merayakan Imlek dengan mereka yang sudah tidak merayakan Imlek di satu sisi, dan akan tradisi lain di bumi Nusantara. Jangan karena upaya ini Gereja dianggap sudah dimonopoli oleh kelompok tertentu.
Apa pun yang dirayakan dalam Misa, hendaknya selalu diingat bahwa Misa adalah perayaan syukur, suatu eucharistia, yang berfokus dan berpuncak pada Yesus Kristus. Pada-Nya-lah seluruh liturgi Gereja berpusat. Apakah namanya Misa Imlek, Misa Karismatik, atau pun Misa-misa lain yang memakai budaya tertentu, Misa tetaplah merupakan kenangan akan sengsara, wafat dan kebangkitan Kristus Yesus. Dan Gereja menjamin bahwa setiap umat mendapatkan hak dan kesempatan yang sama untuk menyambut Tubuh dan Darah Kristus, jaminan keselamatan manusia.

HUBUNGAN KERAJAAN ALLAH DENGAN WAKTU BARU



Selama enam abad sebelum Yesus datang, bangsa Israel selalu dijajah oleh bangsa lain, yaitu bangsa Persia, bangsa Yunani, dan terakhir bangsa Romawi. Selain ditindas oleh para penjajah itu, bangsa Israel juga ditindas oleh pemimpin-pemimpin bangsanya sendiri, yaitu raja-raja boneka yang diangkat oleh para penjajah. Dalam situasi tertindas seperti itu, bangsa Israel selalu memimpikan kedatangan Mesias dan kerajaan Allah.
Eksistensi Yesus Kristus tidak berada pada titik Inkarnasi-Nya menjadi manusia, namun dalam pengajaran-Nya maupun pernyataan dan berbagai peristiwa dalam perjanjiaan lama telah menunjukkan eksistensi-Nya. Dalam perjanjian lama banyak nubuatan-nubuatan tentang Kristus dan bentuk-bentuk teopani yang dengan tegas menunjukkan kekekalan Kristus.
Nama-nama yang sering disebutkan berhubungan dengan keberadaan-Nya sebelum inkarnasi dan berhubungan dengan keilahian-Nya adalah Elohim, Yahweh, Adonai, Malaikat Yahweh, berbagai bentuk Theopani dan gambaran peristiwa-peristiwa di dalam perjanjian lama yang mengarah kepada Kristus.

RELEVANSI NABI YEREMIA BAGI KARYA DAN PELAYANAN KATEKIS DEWASA INI



BAB I
PENDAHULUAN

1.1.            Latar Belakang Masalah
Para nabi terkenal dengan seniman-seniman sabda. Ia berbicara atas nama Allah, dan dengan demikian pewartaan nabi menyampaikan sabda Allah bagi manusia. Nabi adalah orang-orang yang memiliki hubungan sangat erat dan sangat mendasar dengan Allah. Dapat dikatakan, mereka adalah orang-orang Allah. Namun mereka juga orang-orang yang amat sangat prihatin dengan kehidupan masyarakat yang nyata. Dengan demikian, nabi merupakan pelayan atau abdi Allah yang menjadi perpanjangan mulut atau tangan Allah dalam karya keselamatan bagi umat manusia.
Menjadi seorang katekis, sama halnya menjadi seorang nabi. Maka, nabi dan katekis memiliki tugas yang sama yakni mewartakan. Menjadi katekis berarti memiliki peranan penting dalam kehidupan Gereja untuk mewartakan karya keselamatan bagi seluruh umat. Tugas dan peranan katekis yang luhur dan mulia tentu bukanlah hal yang mudah untuk dilaksanakan. Tentu akan dijumpai berbagai macam tantangan yang menghadang. Tantangan yang akan menjadi batu sandungan bagi katekis. Katekis dalam menghadapi tantangan ini hendaknya mampu mencari solusi dan jalan keluar dalam bersikap dan bertindak di tengah dunia dewasa ini.
Nabi Yeremia dapat dijadikan sosok yang menjadi teladan bagi para katekis untuk melakukan karya dan pelayanan di tengah umat. Nabi Yeremia menerima tugas panggilannya dengan penuh ketulusan dan senantiasa percaya akan janji Tuhan atas dirinya (Yer 1:8). Yeremia sebagai nabi harus menghadapi bangsa yang durhaka terhadap Allah dan bahkan menolak pelayanan yang dilakukan olehnya. Kendati demikian, Yeremia tetap setia melayani bangsa Israel dengan penuh kasih layaknya ia mengasihi Allah. Banyak tantangan yang harus dihadapi oleh Yeremia sampai harus mempertaruhkan nyawanya akibat penolakan yang terjadi terhadapnya. Namun, tantangan yang ada justru semakin meneguhkan iman Yeremia dan tidak memudarkan semangatnya untuk terus melayani Allah dan bangsa Israel.
Melihat pernyataan di atas, penulis merasa tertarik untuk menulis sebuah karya tulis dengan judul: “RELEVANSI NABI YEREMIA BAGI KARYA DAN PELAYANAN KATEKIS DEWASA INI”.
 Penulis berharap, agar para calon katekis dapat semakin terpanggil untuk melaksanakan tugas perutusannya sebagai seorang pewarta dengan meneladani semangat pewartaan para nabi Yeremia yang senantiasa berjuang untuk mewartakan Kerajaan Allah di tengah umat.

Tugas dan Fungsi Nabi dalam Refleksi Kritis Panggilan Seorang Calon Katekis


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.            Latar Belakang Masalah
Berbagai macam pengertian bisa muncul dalam angan-angan kita bila di zaman ini berbicara mengenai nabi. Bayangan itu diantaranya: nabi adalah seorang tokoh yang bisa menyuarakan pembaharuan hidup bersama. Seorang tokoh masyarakat yang berani disebut nabi. Tokoh seperti Mahatma Gandhi, kerap disebut sebagai nabi zaman kita. Pembela rakyat kecil seperti ibu Teresa, bdapat pula dikatakan sebagai nabi. Pelopor dalam dunia seni bisa juga digelari nabi. W.S. Rendra disebut nabi seni sastra Indonesia zaman ini.
Dalam kehidupan beragama, pengertian nabi pun seringkali kabur. Tokoh-tokoh seperti Abraham, Musa, Daud, Salomo, Yesus/Isa Almasih, Muhammad, dalam pengertian biasa juga disebut nabi. Tokoh yang mempunyai peranan yang cukup menentukan dalam kehidupan beragama, dengan mudah mendapatkan gelar nabi.
Suara kenabian yang terkenal sebagai zaman ramai – perhatikan misalnya HP atau alat komunikasi yang lain – yang membuat manusia bisa kehilangan kepekaan pendengarannya, juga mengenai hal-hal yang amat pelik. Suara nabi yang memproklamasikan suara hati nurani yang jujur, tulus, berani, berkumandang.
Melihat pernyataan di atas, penulis merasa tertarik untuk menulis sebuah karya tulis dengan judul: “TUGAS DAN FUNGSI NABI DALAM REFLEKSI KRITIS PANGGILAN SEORANG CALON KATEKIS”.
Penulis berharap, agar para calon katekis dapat semakin terpanggil untuk melaksanakan tugas perutusannya sebagai seorang pewarta dengan meneladani semangat pewartaan para nabi yang senantiasa berjuang untuk mewartakan Kerajaan Allah di tengah umat.

Makna Panggilan Kitab Yesus bin Sirakh dan Relevansinya bagi Calon Katekis Dewasa ini



BAB I
PENDAHULUAN

1.1.            Latar Belakang Masalah
Edisi kitab Yesus bin Sirakh (Ecclesiasticus) yang direproduksi di Deuterokanonika terbitan Lembaga Biblika Indonesia (LBI berlatarbelakang Katolik Roma, LAI berlatarbelakang Protestan) merupakan terjemahan dari terjemahan Yunani dari kitab ini, yang ditandai dengan adanya pengantar kitab Yesus bin Sirakh terjemahan Yunani di awal kitab ini. Kitab Yesus bin Sirakh memiliki bermacam-macam judul, menurut sejarahnya. Aslinya dikenal sebagai “Kebijaksanaan bin Sirakh” atau “Amsal bin Sirakh”; dalam versi Latin disebut Liber Ecclesiasticus (“Buku Gereja”).
Dari 46 kitab Perjanjian Lama, hanya kitab Yesus bin Sirakhlah yang menuangkan dengan sangat jelas siapa penulisnya. Nama penulis kitab Yesus bin Sirakh jelas diperkenalkan dalam penutup kitabnya: “Yesus bin Sirakh bin Eleazar dari Yerusalem” (Sir 50:27). Dari situ dapat dilihat bahwa jelaslah orang yang bernama Yesus bin Sirakh ini adalah seseorang yang berkediaman di Yerusalem dan menguasai kitab-kitab Kudus bangsanya. Dengan kata lain, Yesus bin Sirakh merupakan seorang ahli Kitab.
Kitab ini berisi permenungan dan pengajaran Yesus bin Sirakh bin Eleazar dari Yerusalem mengenai berbagai masalah kehidupan (bdk. Sir 50:27-29). Kitab Yesus bin Sirakh mau mendidik dan mengajarkan “seni hidup”. Dalam kitabnya terdapat amat banyak nasehat dan anjuran yang sangat praktis dan mengena. Kitab ini secara khusus mengagungkan hukum Taurat sebagai sumber kebijaksanaan dan pusaka bagi bangsa Israel (bdk. Sir 24:23-34). Ia juga membanggakan nenek moyang bangsa Israel yang berkenan kepada Tuhan dan menjadi teladan sepanjang masa (bdk. Sir 44-49). Kitab ini ditulis oleh Yesus bin Sirakh dalam bahasa Ibrani, tetapi kemudian diterjemahkan oleh cucunya dalam bahasa Yunani (bdk. Kata Pengantar).
Kitab Sirakh merupakan kitab yang amat kompleks baik dari segi isi, terjemahan maupun perkembangannya. Tradisi kitab yang masuk dalam daftar Kitab Suci ini menunjukkan betapa kompleksnya permasalahan. Kitab ini pada awalya ditolak oleh daftar Kitab Suci Ibrani dan dianggap sebagai apokrif atau deuterokanonik. Naskah Ibrani pernah hilang, dan kemudian ditemukan sebagian, tidak diketahui kecuali dalam bentuk terjemahan. Namun demikian kitab ini mengandung pesan mendalam dan kekayaan rohani yang menawan.
Melihat pernyataan di atas, penulis merasa tertarik untuk menulis sebuah karya tulis dengan judul: “MAKNA PANGGILAN KITAB YESUS BIN SIRAKH DAN RELEVANSINYA BAGI CALON KATEKIS DEWASA INI”.
Penulis berharap, agar para calon katekis dan khususnya para kaum awam lainnya dapat semakin memahami makna panggilan dari kitab Yesus bin Sirakh dan dapat menemukan hikmat kebijaksanaan sehingga dapat mengaktualisasikannya dalam kehidupan sehari-hari guna menjadi orang yang semakin bijak.

Bentuk Kedewasaan Mahasiswa STKIP Widya Yuwana Madiun



BAB I
PENDAHULUAN

1.1.            LATAR BELAKANG
            Kedewasaan merupakan soal aktuil yang sangat menarik perhatian. Soal mencapai kedewasaan, selalu saja membawa problem-problem khusus bagi orang-orang yang makin sadar akan kompleksitas kehidupan modern saat ini. Hal itu dapat menimbulkan tekanan serta ketegangan dalam kehidupan sehari-hari.
            Soal mencapai kedewasaan itu tidak merupakan “model baru”, melainkan merupakan kesadaran, bahwa kebanyakan orang dalam dunia sekarang initidak mampu menyesuaikan tugas yang dituntut dari mereka oleh situasi dunia dan oleh Gereja.
Melampaui masa kanak-kanak dan remaja bukanlah merupakan sesuatu yang luar biasa, melainkan kebutuhan mutlak bagi siapapun juga yang telah mencapai kedewasaan jasmani dan hendak menempatkan dirinya secara berarti dalam masyarakat umum dan dalam umat Kristiani. Hal ini seharusnya dilukiskan sebagai suatu arah hidup dan bukan sebagai sesuatu yang dapat dicapai secara sempurna.
            Demikian halnya yang terjadi dengan keadaan mahasiswa di STKIP Widya Yuwana Madiun. Dalam komunitas kelas yang disatukan dari berbagai macam usia dan daereh, tentu saja terdapat banyak ciri dan perbedaan kedewasaan dari masing-masing pribadi.
Perbedaan kedewasaan tidak hanya memberi pengaruh kecil, namun juga dapat mempengaruhi pola pikir seseorang dalam bertingkah laku dengan orang sekitar. Dari berbagai macam perbedaan inilah penulis mencoba mengaplikasikan pengertian kedewasaan yang sesungguhnya dengan keadaan mahasiswa STKIP Widya Yuwana Madiun.
Dengan demikian, penulis berharap semoga makalah yang penulis buat dapat berguna bagi kesatuan dan kekompakan angkatan mahasiswa STKIP Widya Yuwana Madiun demi tercapainya tingkat kedewasaan dari berbagai macam usia dan daerah.