RSS

RELEVANSI NABI YEREMIA BAGI KARYA DAN PELAYANAN KATEKIS DEWASA INI



BAB I
PENDAHULUAN

1.1.            Latar Belakang Masalah
Para nabi terkenal dengan seniman-seniman sabda. Ia berbicara atas nama Allah, dan dengan demikian pewartaan nabi menyampaikan sabda Allah bagi manusia. Nabi adalah orang-orang yang memiliki hubungan sangat erat dan sangat mendasar dengan Allah. Dapat dikatakan, mereka adalah orang-orang Allah. Namun mereka juga orang-orang yang amat sangat prihatin dengan kehidupan masyarakat yang nyata. Dengan demikian, nabi merupakan pelayan atau abdi Allah yang menjadi perpanjangan mulut atau tangan Allah dalam karya keselamatan bagi umat manusia.
Menjadi seorang katekis, sama halnya menjadi seorang nabi. Maka, nabi dan katekis memiliki tugas yang sama yakni mewartakan. Menjadi katekis berarti memiliki peranan penting dalam kehidupan Gereja untuk mewartakan karya keselamatan bagi seluruh umat. Tugas dan peranan katekis yang luhur dan mulia tentu bukanlah hal yang mudah untuk dilaksanakan. Tentu akan dijumpai berbagai macam tantangan yang menghadang. Tantangan yang akan menjadi batu sandungan bagi katekis. Katekis dalam menghadapi tantangan ini hendaknya mampu mencari solusi dan jalan keluar dalam bersikap dan bertindak di tengah dunia dewasa ini.
Nabi Yeremia dapat dijadikan sosok yang menjadi teladan bagi para katekis untuk melakukan karya dan pelayanan di tengah umat. Nabi Yeremia menerima tugas panggilannya dengan penuh ketulusan dan senantiasa percaya akan janji Tuhan atas dirinya (Yer 1:8). Yeremia sebagai nabi harus menghadapi bangsa yang durhaka terhadap Allah dan bahkan menolak pelayanan yang dilakukan olehnya. Kendati demikian, Yeremia tetap setia melayani bangsa Israel dengan penuh kasih layaknya ia mengasihi Allah. Banyak tantangan yang harus dihadapi oleh Yeremia sampai harus mempertaruhkan nyawanya akibat penolakan yang terjadi terhadapnya. Namun, tantangan yang ada justru semakin meneguhkan iman Yeremia dan tidak memudarkan semangatnya untuk terus melayani Allah dan bangsa Israel.
Melihat pernyataan di atas, penulis merasa tertarik untuk menulis sebuah karya tulis dengan judul: “RELEVANSI NABI YEREMIA BAGI KARYA DAN PELAYANAN KATEKIS DEWASA INI”.
 Penulis berharap, agar para calon katekis dapat semakin terpanggil untuk melaksanakan tugas perutusannya sebagai seorang pewarta dengan meneladani semangat pewartaan para nabi Yeremia yang senantiasa berjuang untuk mewartakan Kerajaan Allah di tengah umat.

1.2.            Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan beberapa permasalahan yang hendak dikaji dalam karya tulis ini yakni sebagai berikut:
1.2.1.      Siapa itu para nabi?
1.2.2.      Siapa yang disebut dengan katekis?
1.2.3.      Bagaimana relevansi nabi Yeremia bagi karya dan pelayanan katekis dewasa ini?

1.3.            Tujuan
Adapun beberapa tujuan dibuatnya karya tulis ini ialah:
1.3.1.      Menjelaskan mengenai pengertian nabi.
1.3.2.      Menjelaskan mengenai pengertian katekis.
1.3.3.      Memaparkan relevansi nabi Yeremia bagi karya dan pelayanan katekis dewasa ini.


BAB II
NABI YEREMIA

2.1.            Pengertian Nabi
Nabi pada umumnya diartikan sebagai seseorang yang berbicara atas nama Tuhan dan menyampaikan apa yang menjadi pesan Tuhan kepada manusia; entah pesan itu yang sudah lampau, saat itu atau masa yang akan datang. Maka umumnya nabi adalah seseorang yang diterangi/dikaruniai Tuhan untuk memberikan nubuat, berkhotbah menyampaikan pesan, petunjuk, perintah Tuhan dan kehendak-Nya kepada umat-Nya (lih. 1Kor 14:37, 1Raj 22:7). Selain menyampaikan nubuat, para nabi juga menegur umat Tuhan jika mereka menyimpang dari kehendak Tuhan. Katekismus Gereja Katolik (KGK) juga mengatakan hal yang serupa mengenai para nabi (bdk. KGK 64, 201, 522, 726, 2581 dan 2595).
Nabi disebut juga sebagai jembatan perantara, penyambung lidah, serta tangan kanan Allah untuk menyampaikan pesan Allah. Nabi adalah dia yang berbicara atas nama dan demi Allah. Dia adalah antena Tuhan dengan kekuatan kata-kata yang mempesona. (bdk, Supriyadi, 2011:1).

2.1.1.      Ajaran para Nabi
Para nabi berperan penting bagi perkembangan agama bangsa Israel. Mereka bukan hanya mempertahankan  dan membimbing bangsanya dalam kepercayaan murni kepada yahwe, Allahnya. Mereka juga memegang peranan utama dalam pengembangan pernyataan Ilahi. Dalam peranan ini, masing-masing nabi mengambil bagiannya sendiri dan masing-masing turut pula memberi sumbangan bagi ajaran keagamaan. Sumbangan mereka saling bertemu dan bergabung menurut tiga (3) tema pokok yaitu: monoteisme, ajaran kesusilaan dan penantian akan keselamatan.
a.      Monoteisme. Secara falsafiah, monoteisme dapat dirumuskan: hanya mengakui adanya satu Allah dan tidak ada allah-allah lain. Allah itu adalah Allah yang transenden yang mengatasi dan melampaui segala ciptaan. Transendensi Allah terutama diungkapkan oleh para nabi dengan berkata bahwa, Allah adalah “kudus”.
b.      Ajaran Kesusilaan. Ajaran kesusilaan merupakan ajaran mengenai moral dan kehidupan. Ajaran yang baik mengenai sopan santun, etika, moral dan tata hidup bersama.
c.       Penantian akan Keselamatan. Kesejahteraan sejati hanya menyertai Allah yang berkuasa sebagai Raja dan mengandaikan suatu suasana spiritual yaitu: keadilan dan kesucian, pertobatan batiniah dan pengampunan ilahi.

2.1.2.      Fungsi dan Tugas Nabi
Para nabi disebut sebagai “suara hati umat Allah”. Para nabi diutus Tuhan untuk mempertahankan dan memperteguh umat Allah dalam kepercayaan sejati kepada Tuhan yang mengikat perjanjian-Nya dengan umat pilihan-Nya. Para nabi bukanlah pendiri agama baru, tetapi pembaharu dan penyemangat iman kepercayaan yang lama. Mereka bertugas mempertahankan dan memperhalus iman kepercayaan sejati, maka ada kesamaan dasariah antara semua nabi.

2.2.            Nabi Yeremia
Dari antara para nabi Israel, Yeremialah yang dikenal paling baik. Dalam kitabnya terserak-serak banyak berita tentang hal-ihwalnya. Hampir saja dapat disusun sebuah “riwayat hidup” kalau semua berita dibaca dalam urutan sebagai berikut: Yer 1:4 dst.; 19:1 - 20:6; 26; 36; 45; 28-29; 51: 59-64; 34:8-22; 37-44.
Yeremia berasal dari sebuah keluarga imam. Mereka bertempat tinggal di desa Anatot, tidak jauh dari Yerusalem. Rupanya keluarga itu tidak mendapat giliran untuk bertugas di dalam Bait Allah. Paling sedikit tidak ada satu berita pun bahwa Yeremia bertugas sebagai imam. Oleh Tuhan, Yeremia dilarang beristri dan berkeluarga (Yer 16). Ini sebuah contoh bagaimana seluruh pribadi dan hidup seorang nabi diabdaikan kepada tugas dan pesannya. Gaya hidup pribadi menjadi sebuah tanda dan nubuat. Masih muda (± 20 tahun) Yeremia dipanggil menjadi nabi. Ia sendiri tidak mempunyai minat sedikit pun dan sekali-kali tidak mencalonkan diri. Kalau ia sendiri, Yeremia lebih suka hidup dengan tenang-tenang saja, ramah tamah dengan semua orang.
Sebab Yeremia seorang yang sangat halus perasaannya dan memiliki bakat seni. Tampil sebagai nabi di ibu kota Yerusalem dengan pesan berupa ancaman belaka sangat berat rasanya bagi orang kampung yang suka damai itu. Apalagi setelah menjadi jelas bahwa hampir-hampir saja tidak ada orang yang mau mendengar suaranya. Yeremia dibenci banyak orang, disiksa dan bahkan mau dibunuh oleh orang sekampung (Yer 11:18 dst). Terus saja Yeremia berbentrokan dengan kalangan atas di Yerusalem, raja-raja, para penguasa dan pemimpin sekalipun Yeremia tidak mampu memberikan bukti bahwa pesannya tepat dan benar (Yer 28). Nabi Yeremia mencintai bangsanya dan hatinya menderita sewaktu menyaksikan kemalangan yang mendatangi bangsanya yang dengan nekad lari menuju kemusnahannya (Yer 4:19; 8:18).
Kadang-kadang tugasnya menjadi begitu berat bagi Yeremia, sehingga nabi mau memberontak. Dalam kitabnya terdapat beberapa keluhan pribadi. Di dalamnya Yeremia mencurahkan segenap isi hatinya yang menderita tertekan oleh tugas kenabian yang terlalu berat. Keluhan-keluhan itu menyatakan siapa sebenarnya nabi Yeremia (Yer 11:18 – 12:6; 15:10-21; 17:14-18; 18:18-23; 20:7-18).
Namun demikian Yeremia adalah seorang yang benar-benar percaya pada Tuhanya. Antara dirinya dan Allah terdapat hubungan yang amat pribadi dan mesra. Secara pribadi ia sangat menderita, lahir dan batin. Nampaknya seluruh karyanya menemui kegagalan total. Dalam kemelut dan kegoncangannya, Yeremia yang secara manusiawi tidak melihat lagi jalan keluar, tetap yakin bahwa Tuhan dapat dan mau menyelamatkan sisa umat. Diantara sekian banyak nubuat yang berupa ancaman, tersebar perkataan-perkataan yang mengungkapkan pengharapan Yeremia yang tak tergoncang (Yer 3:15; 23:7-8; 29:10 dst; 30:5-24; 31:2-22; 31-34 dll). Pengalaman pahit memurnikan dan memperdalam kepercayaan pribadi nabi. Dan melalui nubuat-nubuatnya, Yeremia ingin membina kepercayaan yang sama pada umat Allah.
Semasa hidupnya, nabi Yeremia rupanya gagal. Tetapi di hari kemudian ia semakin berpengaruh. Mulai dengan masa pembuangan nubuat-nubuat Yeremia kerap dibaca, direnungkan dan diresapkan ke dalam hati umat. Di zaman para Makabe (2 Mak 2:1-8; 15:12-16) Yeremia yang dahulu ditolak, oleh orang Yahudi dihormati sebagai pelindung bangsa.

2.2.1.      Zaman Nabi Yeremia
Nabi Yeremia tampil di panggung sejarah umat Allah hampir seratus tahun. Ia berkarya empat puluh tahun lamanya, selama masa pemerintahan lima raja Yehuda, yaitu dari sekitar tahun 626 sampai dengan tahun 586 sebelum Masehi. Kapan dan di mana Yeremia meninggal tidak dapat dipastikan lagi. Pada masanya masih ada nabi-nabi lain yang berkarya, yaitu Zefanya, Habakuk, Nahum dan Yehezkiel. Tetapi nabi Yeremialah yang paling menonjol dan paling berpengaruh.
Di masa itu umat Allah memang sangat membutuhkan firman Tuhan. Di zaman itu bangsa Israel mengalami kemelut yang paling hebat dalam seluruh sejarahnya. Yeremia menyaksikan semua dan sangat terlibat di dalamnya.
Dunia politik di kawasan Timur Tengah di zaman itu mengalami pergolakan yang hebat sekali dan tidak dapat tidak menyangkut negara Yehuda. Kuasa-kuasa politik yang berperanan ialah kerajaan Asyur, kerajaan Babel (baru) dan kerajaan Mesir. Kerajaan Yehuda beralih tangan dari Asyur kepada Mesir, lantas kepada Babel.
Menjelang akhir kerajaan Yehuda kegiatan dan penderitaan Yeremia meningkat. Terus saja sampai dengan waktu Yerusalem dikepung, nabi mengajak raja dan rakyat agar menyerah saja. Sebab itulah satu-satunya jalan untuk meluputkan diri dari kemusnahan total (Yer 21; 34; 37; 38). Sikap dan perkataan itu hanya menambah kebencian dari pihak pegawai dan militer tinggi. Yeremia akhirnya dipenjarakan dan nyaris dibunuh oleh mereka (Yer 37-38).
Selama keadaan di Yehuda semakin menggawat, Yeremia terus berhubungan pada kaum buangan yang pada tahun 597 diangkut ke Babel. Ia mengajak mereka supaya menerima saja keadaannya sebab untuk sementara waktu (Yer 51:59 dst) tidak akan dipulihkan walaupun mereka mengharapkan demikian dan dalam pengharapan sia-sia tersebut didukung oleh nabi-nabi palsu (Yer 29). Di Yehuda pun pengharapan sia-sia tersebut didukung nabi-nabi palsu (Yer 28). Memang seringkali Yeremia berbentrokan dengan nabi-nabi gadungan yang paling menghalang karyanya (Yer 23:9 dst). Yeremia berusaha meyakinkan orang sebangsa bahwa kaum buangan tersebut sebenarnya “sisa” umat yang akan selamat, padahal penduduk Yerusalem yang menganggap diri “selamat” sebenarnya justru paling buruk dan terancam hukuman lebih berat lagi (Yer 24).

2.2.2.      Panggilan dalam Kesepian
Membaca Kitab Yeremia segera akan terasa bahwa nabi ini dipanggil hidup dalam kesepian. Apa yang dirumuskan dalam Yer 15:17; “tidak pernah aku duduk beria-ria dalam pertemuan orang-orang bersenda-gurau; karena tekanan tangan-Mu aku duduk sendirian, sebab engkau telah memenuhi aku dengan geram”, sungguh memberikan ciri yang amat kuat.
Ia adalah nabi yang tidak dipahami bahkan dikejar-kejar. Ia tidak dikasihi oleh mereka yang seharusnya mendukung pelayanannya (Yer 12:6; 20:10). Ia tidak bersama keluarga bila ada pesta, bahkan bila ada dukacita (Yer 16:5-9). Hidup sendiri tidak mengenal hidup keluarga menjadi tanda penderitaan hebat (Yer 16:1-4). Ia pernah dipenjara, diasingkan ke Mesir dan hidupnya berakhir di tanah asing. Orang tidak mengenal kuburnya. Namun demikian, warisan tulisannya mengajarkan banyak kepada kita mengenai pengalaman iman dan batinnya. Kita mengenal kesepian itu bukan karena watak dan bakatnya yang murung, melainkan karena panggilan hidupnya yang berat. Ia tidak menghendaki, tetapi didorong dari dalam, untuk memprihatinkan orang lain. Kekuatan yang memaksanya itu ialah firman Allah. Firman itu menurut nabi “menjadi kegirangan bagiku, dan menjadi kesukaan hatiku, sebab nama-Mu telah diserukan atasku, ya Tuhan, Allah semesta alam” (Yer 15:16). Namun sekaligus firman itu juga membuat “hatiku hancur dalam dadaku, segala tulangku goyah” (Yer 23:9). Firman itu menjadi seperti api dan seperti palu yang menghancurkan bukit (lih. Yer 23:29; bdk. 20:9).

2.2.3.      Keaslian Panggilannya
Dalam masa nabi Yeremia, ternyata bukan hanya nabi yang berbicara. Ada beberapa nabi yang tampil dengan keyakinannya. Dan inilah yang istimewa. Disebutkan bahwa Nabi Uria bin Semaya juga bernubuat atas nama Tuhan (Yer 26:20-24), lalu Hananya yang diajak bertengkar (Yer 28), Ahab bin Kolaya dan Zedekia bin Maaseya yang bernubuat palsu (Yer 29:21). Masih banyak lagi nabi yang tidak disebut namanya (Yer 2:8.26.30; 4:9; 5:13.31;6:13-14; 26:7-16; 27:16-180), ada nabi-nabi yang disapa (Yer 29:4-40) dan dikutip (Yer 14:13) juga dalam lingkungan pembuangan Babel (Yer 29:1).
Nabi sendiri sebetulnya menyadari sepenuhnya panggilannya. Mengenai panggilan itu, ia yakin tidak berbuat salah. Ia telah merencanakan firman Allah (Yer 15:16), ia jujur terhadap firman itu (Yer 17:16). Ia membela para nabi, seperti sudah semestinya dilaksanakan (Yer 18:20; 14:13; 17:16). Tetapi mengapa ia dirundung derita dan kemalangan?
Jawaban Allah yang jelas tidak ada. Derita dan kemalangannya dipahami dan dilihat Allah. Ia hanya mencoba agar firman Allah lebih bernada, lebih bersuara dan didengar (Yer 15:19). Pada akhirnya yang tinggal hanyalah iman bahwa Allah benar dan nabi hidup di hadirat-Nya.
Yeremia tampaknya mengalami penderitaan yang dinubuatkannya sendiri dan bangsa yang disapanya merenungkan nasib mereka. Murid-murid mengumpulkan nubuat-nubuatnya dan kisah-kisah kehidupannya, dan Yeremia diterima sebagai nabi yang diutus oleh Allah.
2.2.4.      Beberapa Catatan Kehidupannya
Kehidupan nabi sendiri sebetulnya hanya disinggung secara sepintas bagaikan latar belakang. Banyak hal yang tidak jelas dan hanya bisa diperkirakan. Menurut Yer 1:1, ia berasal dari Anatot, di tanah Benyamin, wilayah Yehuda tidak jauh dari Yerusalem. Keluarganya memiliki tanah yang luas (Yer 32; 37:12). Ada yang menduga nabi ini masih keluarga Abyatar yang diasingkan oleh Salomo ke Anatot (1Raj 2:26-27). Pendidikan keluarga yang saleh, kenangan akan tradisi keluarga yang kaya serta dekat dengan tradisi kerajaan Utara tampaknya mempengaruhi gaya pemikiran dan pewartaannya. Semua ini tidaklah terlalu jelas.
Bisa diperkirakan garis besar kehidupannya. Tampaknya pada tahun 608 nabi melihat situasi Yerusalem yang amat jelek, sehingga ia perlu menyampaikan pewartaannya (Yer 26; bdk. 7:1 – 8:3). Sekitar tahun 605 ia menyusun kumpulan nubuat-nubuatnya dan beberapa hal yang diingat oleh pendengarnya (Yer 36). Debat dengan para nabi lainnya (Yer 27-28) ditempatkan sekitar 594. Tidak lama kemudian, ia mengirim surat kepada mereka yang dibuang ke Babel (Yer 29). Kegiatan sesudahnya menjadi bahan pembicaraan dalam Yer 32-35 dan Yer 37-44. Hal ini bisa memberikan sekedar gambaran bagaimana kehidupan nabi menghadapi firman Tuhan yang memprihatinkan.

2.2.5.      Pelayanan Firman
Kesepian yang memberikan ciri pada pewartaan nabi sejak awal pelayanannya bukanlah sekedar pengalaman rohani yang mengesankan, melainkan sekaligus juga menjadi isi pewartaannya. Ia menjadikannya sebuah pengakuan. Pesan itu diwartakan di hadapan umat Yehuda, sehingga mereka merasa seperti bukan apa-apa (Yer 4:23-26). Kesepian nabi mendapatkan dimensi politis dalam pewartaan itu, karena ada tindakan Yehuda tergantung dari menerima atau menolak warta kenabian tersebut. Bila kesepian itu terus ada, dan Yehuda tetap menolak pesannya, maka nabi akan hidup sendirian untuk mengatasi kehancuran; sedang kalau Yehuda mendengarkan, maka malapetaka akan dihindari dan hal yang baru akan muncul. Maka warta nabi menantang suatu tindakan radikal. Menurut situasi ini, tampaknya nabi mengalami tiga periode besar dalam pewartaannya.
Periode pertama adalah awal panggilan (tidak jelas kapan) sampai sekitar tahun 605, yakni peristiwa perang Karkemisy yang menentukan situasi politik waktu itu. Di zaman pemerintahan raja Yosia – wafat tahun 609 – Yehuda mengalami masa tenang dan makmur. Asyur tidak lagi menjadi ancaman bagi negara tetangga dan Yehuda mengalami masa bebas yang menguntungkan.
Periode kedua berlangsung antara tahun 605-587, ketika Yehuda mengalami bencana serangan Babel oleh Nebukadnezar. Kegiatan nabi lebih memiliki makna. Masa tersebut adalah masa yang sulit. Ketika bala tentara Babel memenangkan perang melawan Damsyik dan Samaria serta mulai memaksakan kehendaknya juga pada negara-negara kecil lainnya, maka Yehuda juga mulai diancam kemerdekaannya.
Periode ketiga dimulai setelah tahun 587 sesudah jatuhnya Yerusalem. Sesudah jatuhnya Yerusalem, masih banyak orang yang tinggal di Yerusalem dan Yehuda. Dalam masyarakat timbul ketidakpastian besar. Dalam ketidakpastian itu tampaknya ada beberapa aliran yang nyata. Pertama, aliran yang hendak membangun kehidupan bersama kekuatan Babel. Termasuk diantaranya adalah Yeremia. Kedua, aliran yang secara fanatik hendak meneruskan perjuangan, tampaknya dibantu oleh kekuatan suku Amon, mereka membuat teror (Yer 41). Ketiga, mereka yang lebih suka melarikan diri ke Mesir. Kelompok ini akhirnya kehilangan jejak.

2.2.6.      Kitab Nabi Yeremia
Membaca Kitab Yeremia, orang pasti berkesan bahwa kitab ini kacau-balau dan tidak teratur. Kesan itu tepat juga. Apa yang paling mencolok ialah: terdapatnya bagian berupa sajak dan nubuat. Tetapi ada juga bagian berupa cerita. Dalam sebagian cerita tersebut, nabi sendiri angkat bicara untuk memberitahukan bahwa Tuhan menyampaikan firman kepadanya (Yer 11:1 dst; 17:19 dst; 19:1 dst; 22:1 dst; 25:15 dst; 35:3 dst). Dalam lain cerita, terdapat orang lain yang berkata mengenai firman Tuhan yang disampaikan kepada Yeremia (Yer 7:1 dst; 25:1 dst; 27:1 dst; 32:26 dst; 34:1 dst). Ada lagi sejumlah cerita di mana seseorang memberitahu tentang hal-ihwal nabi Yeremia (Yer 19:14 dst; 26:1 dst; 28:5 dst; 37; 38; dan 39-44). Kalau semua cerita itu diselidiki maka ternyata urutan bagian-bagian itu tidak sesuai dengan urutan peristiwa-peristiwa dalam waktu. Ditinjau dari segi itu, semua dikacau-balaukan.
Melihat gejala-gejala tersebut dan lain-lain gejala pasti disimpulkan bahwa Kitab nabi Yeremia seperti tercantum dalam Alkitab sekarang tersusun atas dasar beberapa unsur yang mula-mula tersendiri dan kemudian dicampur-adukkan.
Adanya kekacauan dalam Kitab Yeremia (dan lain-lain kitab kenabian) menyatakan bahwa masing-masing bagian kitab itu tidak terikat pada waktu dan keadaan tertentu. Melalui kekacauan tersebut, pesan itu seolah-olah dilepaskan dari latar belakangnya. Ia menjadi pesan abadi yang disampaikan kepada setiap manusia, manapun juga waktu dan keadaannya. Oleh karena itu, masing-masing bagian boleh bahkan harus dibaca sendiri-sendiri dan pesannya dapat digali dan diresapkan ke dalam hati.
Seperti terdapat dalam Alkitab Ibrani dan dalam terjemahan Indonesia, Kitab Yeremia terdiri dari empat bagian. Bagian pertama (bab 1-25) memuat terutama nubuat-nubuat berupa ancaman yang ditujukan kepada umat Israel. Bagian kedua (bab 26-45) terutama menyajikan cerita-cerita tentang nabi Yeremia. Bagian ketiga (bab 46-51) memuat nubuat-nubuat berupa ancaman mengenai bangsa-bangsa lain. Bagian keempat (bab 52) berupa suatu tambahan yang diambil dari 2Raj 24:18 – 25:21.

2.2.7.      Terbentuknya Yeremia
Bagian-bagian pokok bahan kitab Yeremia sebenarnya sederhana, yaitu:
1:1-25:14
Merupakan kumpulan nubuat dan tindak kenabian yang dilancarkan nabi terhadap Yehuda
26:1-45:5
Nubuat nabi untuk Israel-Yehuda dan kisah tentang kegiatan nabi
46:1-51:64
Dengan pembukaan pada 25:15-38 merupakan kumpulan nubuat untuk bangsa-bangsa
52:1-34
Tambahan sejarah diambil dari 2Raj 24:18-25:30, dengan tambahan keterangan mengenai jatuhnya Yerusalem
Kalau memperhatikan bagian pertama kumpulan (Yer 1-25) tampaknya nubuat-nubuat ini mencerminkan suasana sekitar tahun 605. Yang mengherankan ialah bahwa bagian ini berisi baik prosa maupun puisi, dan menampilkan usaha pengolahan oleh redaksi. Maka bisa jadi bahwa warisan nabi ini sudah diredaksi dalam lingkungan kaum deuteronomis selama masa pembuangan. Kendati demikian masih tetap mencerminkan wawasan dan keprihatinan nabi sendiri.
Bagian kedua yang mengisahkan kegiatan nabi kiranya disusun oleh Barukh. Namun tidak ada kepastian mengenai hal itu. Kalau ditulis olehnya, tentu bukan dalam arti bahwa Barukh bertindak sebagai sekretaris Yeremia, melainkan juga meredaksi warisan itu. Kita melihat dalam Yer 43:6 bahwa Barukh merupakan seorang pemimpin yang pro Babel dan dibuang pada waktu yang bersamaan dengan pengasingan Yeremia.
Pada awal pembuangan mungkin sudah banyak selebaran maupun tulisan yang berasal dari nabi. Bahan ini kemudian dikumpulkan dan disusun juga di dalam kumpulan ini. Redaksi terakhir Yeremia nampaknya dari golongan deuteronomis. Kegiatan sastra ini tampak sangat mencolok pada pertengahan abad VI di Pelstina. Kegiatan itu merenungkan kembali dokumen kuno, mengumpulkan dan menjelaskan menjadi warisan rohani bagai generasi sesudahnya.

2.2.8.      Pesan Nabi Yeremia
Melalui nubuat yang berupa ancaman dan janji, Yeremia menyampaikan pesan dasariah yang keluar dari kelembutan hatinya. Pengalaman yang pahit mematangkan paham nabi tentang Allah dan tentang umat-Nya.
Sama seperti nabi-nabi lain, Yeremia yakin bahwa Israel merupakan umat pilhan Tuhan. Melanjutkan pikiran nabi Hosea, Yeremia menegaskan bahwa hubungan Allah dengan umat-Nya adalah hubungan kasih, seperti antara suami dengan istrinya (Yer 2:2-3; 3:1-5). Semakin menyedihkan bahwa Israel ternyata “berzinah” dengan memuja dewa-dewi seperti banyak terjadi pada masa pemerintahan raja Manasye. Awal pemerintahan raja Yosia, pemerintahan raja Yoyakim dan Zedekia. Pembaharuan yang dilancarkan raja Yosia tenyata tidak menyangkut hati umat. Umat mulai mengandalkan upacara-upacara meriah yang diselenggarakan dalam Bait allah. Ia menyangka Bait Allah serta upacara menjamin keselamatan. Tetapi agama itu tidak berjiwa, tidak disertai kekuatan yang sepadan. Yeremia mengkritik kepercayaan pada Bait Allah serta ibadatnya (Yer 6:16-21; 7; 26). Sama seperti dosa keluar dari hati (Yer 4:4; 17:1,9; 18:12) dan memisahkan dari Tuhan (Yer 17:5), demikian pun agama sejati yang menyangkut seluruh manusia harus keluar dari hati. Dalam hal dosa dan agama sejati masing-masing orang secara pribadi bertanggung jawab (Yer 31:29-30), sehingga tidak dapat mempersalahkan orang lain. Oleh karena agama sejati berakar dalam hati, maka sarana lahiriah seperti Tabut Perjanjian, Bait Allah, kurban dan sebagainya tidak mutlak perlu (Yer 3:16).
Pengalaman pahit meyakinkan Yeremia bahwa begitu saja umat Israel tegasnya manusia, tidak mungkin bertobat dan menghayati agama sejati seperti dianjurkan nabi. Ia menjadi putus asa dan tidak melihat kemungkinan manusiawi untuk mendapat keselamatan (Yer 14:10 dst; 15:1 dst). Paling tegas pendirian itu terungkap dalam peribahasa ini: Dapatkan orang Etiopia mengganti kulitnya atau macan tutul mengubah belangnya? Masakan kamu dapat berbuat baik, hai orang-orang yang membinasakan diri berbuat jahat (Yer 13:23). Berdosa seolah-olah mendarah-daging pada umat Allah.
Maka perlulah turun tangan Allah sendiri. Berdasarkan Kepercayaannya Yeremia yakin bahwa Tuhan yang selalu setia dan tidak berubah (Yer 31:36 dst) akan bertindak. Ia sendiri menciptakan agama sejati dalam hati manusia yang dari dalam dilengkapi dengan kemampuan yang perlu. Keyakinan dan kepercayaan tersebut terungkap dalam nubuat tentang perjanjian baru yang hendak diadakan Tuhan dengan umat melalui masing-masing orangnya (Yer 31:21-37; 32:40). Meskipun nubuat itu barangkali tidak berasal dari nabi Yeremia sendiri, namun nas itu dengan tepat merumuskan pikiran nabi. Agama sejati memiliki ciri batiniah dan pribadi yang mencolok. Kemesraan pribadi dan batiniah itu menjadi dasar dan akar segenap penghayatan sejati. Agama sejati tidak lain dari karunia Tuhan yang membuat manusia “mengenal” Allah, secara pribadi dan mesra bergaul dengan Dia, mencintai-Nya dan mantaati kehendak-Nya.

2.3.            Pengertian Katekis
Katekis berasal dari kata “katechein” yang berarti mengomunikasikan, membagikan informasi atau mengajarkan hal-hal yang berkaitan dengan iman (bdk. Bagiyowinadi, 2012: 14). Dengan demikian tugas katekis sudah nyata bahwa ia membagikan informasi kepada umat. Informasi yang diberikan kepada umat berkaitan dengan iman dan inilah yang disebut dengan mengomunikasikan Firman Allah.
Ensiklik Redemptoris Missio menggambarkan para katekis sebagai pekerja-pekerja khusus, saksi-saksi langsung para pewarta yang sangat dibutuhkan yang mewakili kekuatan utama komunitas-komunitas Kristiani khususnya dalam Gereja muda. Katekis merupakan rekan kerja para hirarki dalam pelayanan yang berguna untuk membangun Gereja. Akan tetapi katekis bukan hanya sebagai pelengkap dan penyerta saja. Ia dengan fungsinya yang khas pula (yakni bertugas di tengah tata dunia) menjadi teman seperjuangan yang patut diperhatikan nasihat dan tindakannya sejauh demi kepentingan Gereja (Redi, dalam: http://robertusredi.blogspot.com, diakses tanggal 7 Oktober 2015).
Katekis tidak lagi menghayati dan memaknai dirinya sebagai pewarta. Pada kehidupan nyata, katekis lebih berperan seperti masyarakat pada umumnya. Selain itu, tak jarang katekis justru mengalami goncangan iman sehingga makna dan hakikat menjadi pewarta tidak memiliki arti lagi. Akibat tidak menghayati makna dan hakikat dirinya menjadi katekis, maka imanpun menjadi taruhannya. Katekis dewasa ini menunjukkan bahwa semangat dirinya untuk melayani dan bekal pendidikan yang diperoleh tidak lagi dihidupi dan dihayati sebagaimana mestinya seorang pewarta Allah yang melayani dewasa ini.

2.3.1.      Tugas dan Fungsi Katekis
Dunia dewasa ini memberikan pengaruh yang cukup hebat bagi kehidupan manusia. Pengaruh ini satu per satu dapat merasuk dalam kehidupan manusia. Akibatnya manusia hanya akan terbawa oleh arus perubahan zaman yang ada. Dengan demikian katekis sangat dibutuhkan dalam kehidupan dewasa ini. situasi dunia dewasa ini menjadi tantangan yang harus dihadapi oleh seorang katekis dalam melaksanakan dan menjalankan tugasnya.
Menjadi sorang katekis tentu memiliki tugas-tugas tertentu, diantaranya adalah:
a.       Katekis dengan tugas khusus untuk mengajarkan katekese dan melayani umat.
b.      Katekis yang bekerja sama dalam berbagai bentuk kerasulan dengan para petugas Gereja yang telah ditahbiskan.
c.       Mau dan mampu mengusahakan dan menggunakan media komunikasi yang sesuai dan memadai.
Tugas dan peranan seorang katekis dewasa ini dalam melaksanakan setiap karyanya tidak mudah. Tugas yang mereka laksanakan atau mereka emban merupakan tugas yang berat. Katekis hendaknya dapat menyaring, memilih dan menyesuaikan setiap perkembangan zaman yang ada agar karya pewartaan sesuai bagi dunia dewasa ini. Di dalam situasi dunia dewasa ini, katekis diharapkan dapat memahami kegiatan pewartaannya dengan penuh penghayatan. Katekis hendaknya membantu umat supaya dapat berkembang dalam iman serta senantiasa setia akan allah dalam kehidupannya. Katekis memiliki peranan penting di dalam tugas pelayanan. Sehingga diharapkan keterlibatan katekis yang penuh kasih dan kesetiaan kepada umat-Nya dengan berani melangkah dan bertahan sebagai murid Kristus.
Dengan demikian peranan katekis bagi dunia saat ini sangat penting. Oleh sebab itu, tugas pokok seorang katekis perlu untuk terus-menerus dilakukan atau dilaksanakan. Tugas pokok katekis tersebut yaitu mewartakan Sabda Allah dan memberikan kesaksian di tengah dunia dewasa ini.

2.3.2.      Syarat Menjadi Katekis
Menjadi katekis memiliki syarat atau kriteria yang mendukung keberlangsungan karya pewartaan. Maka menurut Prasetya (2007: 41) syarat atau kriteria yang diperlukan antara lain:
a.       Memiliki hidup rohani yang mendalam (doa, membaca Kitab Suci, devosi)
b.      Memiliki nama baik sebagai pribadi dan keluarga (dalam hidup iman dan moral)
c.       Diterima oleh umat (dapat diterima oleh umat di mana ia tinggal)
d.      Mempunyai pengetahuan yang memadai (Kitab Suci, moral, teologi, liturgi, dll)
e.       Mempunyai ketrampilan yang cukup (yang diperlukan dalam proses pewartaannya)


BAB III
PERJUANGAN NABI YEREMIA

3.1.            Suka dan Duka Karya Nabi Yeremia
3.1.1.      Suka
Nabi Yeremia selalu menyikapi pergulatan hidupnya dengan penuh kerendahan hati dan keterbukaan akan sapaan Allah. Sikap hidup nabi Yeremia memampukan dirinya untuk berdiri kokoh dalam melanjutkan pelayanannya. Meskipun pelayanan yang harus dilaksanakan harus mempertaruhkan nyawanya sekalipun. Selain itu pengalaman hidup dan pergulatan yang dialaminya oleh nabi Yeremia justru menjadi kekuatan rohaninya. Sehingga berkat pengalaman hidup dna pergulatan yang dialaminya semakin membuat nabi menjadi lebih bertanggungjawab terhadap tugas-tugasnya bahkan tidak pernah dilalaikan atau ditinggalkan. Hal ini dapat didasari karena besar cinta nabi Yeremia kepada Allah dan kepada umatnya.

3.1.2.      Duka
Nabi Yeremia mengalami suatu pergulatan hidup sejak awal panggilannya menjadi seorang nabi. Namun Yeremia mampu mengatasi hal tersebut dengan pergumulan batin yang diolah dengan baik. Tetapi pergumulan yang dialami oleh nabi kembali dialami saat Yeremia melaksanakan karya pelayanannya. Diungkapkan dalam kitab nabi Yeremia mengenai pergulatan hidup nabi dalam karya pelayanannya ketika harus menjadi penyambung lidah Allah (Yer 15: 10-14).
Yeremia merupakan penyambung lidah Allah dan ia melakukan karya pelayanannya dengan tulus. Namun ketulusan Yeremia ternyata tidak menghasilkan respon yang positif. Meski sudah berusaha melaksanakan tugas dengan baik sebagai hamba-Nya, namun Yeremia justru mengalami kebencian dan penganiayaan. Walaupun Yeremia diperlakukan sedemikian rupa, tetapi ia tetap selalu mendoakan mereka,

3.2.            Kelemahan dan Kekuatan dalam Karya Nabi Yeremia
3.2.1.      Kelemahan
Dalam kitabYeremia 12: 1-11; 14: 7-11; 15:15-18; 17: 13-18 dan 20: 7-9 berisi mengenai doa-doa nabi Yeremia yang penuh keluh kesah dan kesedihan kepada Allah. Kemudian kepahitan hidup yang dirasakan oleh nabi Yeremia sempat membuat ia jatuh dan terpuruk dalam keputusasaan hidup. Dalam kitab Yeremia juga dikisahkan mengenai perasaan Yeremia yang hampir tenggelam dalam keputusasaan. Sehingga pada akhirnya Yeremia bermaksud meninggalkan tugas yang diberikan kepadanya (Yer 15:6 dan Yer 20:9).
Dalam kitabnya terdapat pula beberapa keluhan pribadi. Di dalamnya Yeremia mencurahkan segenap isi hatinya yang menderita tertekan oleh tugas kenabian yang terlalu berat. Keluhan-keluhan itu menyatakan siapa sebenarnya nabi Yeremia (Yer 11:18 – 12:6; 15:10-21; 17:14-18; 18:18-23; 20:7-18).

3.2.2.      Kekuatan
Kekuatan doa Yeremia menunjukkan hubungannya dengan Allah sangat erat. Kehidupan rohani nabi Yeremia inilah yang menjadi kekuatan utama dalam melayani. Sehingga Yeremia dalam pelayanannya selalu bersikap kuat, keras, berani dan tegas terhadap bangsanya. Meskipun terlihat demikian, namun pada kenyataannya ia merupakan sosok yang lembut.

3.3.            Tantangan dan Peluang dalam Karya Nabi Yeremia
3.3.1.      Tantangan
Yeremia juga manusia biasa yang memiliki perasaan pada umumnya. Yeremia sempat menyatakan tidak sanggup ketika Allah memberi tahu mengenai tugasnya sebagai nabi bagi bangsanya. Selama nabi Yeremia mengemban tugasnya, ia harus bergumul dengan sikap acuh tak acuh, penolakan, ejekan dan bahkan tindak kekerasan fisik dari bangsanya sendiri. Meskipun demikian Yeremia tetap berusaha melayani bangsanya yang mayoritas tidak mau menerimanya dan tidak mau mengenal Allah.

3.3.2.      Peluang
Pada waktu Yeremia hampir kehilangan semangat hidupnya untuk mewartakan firman Allah, tiba-tiba firman Allah dalam hatinya justru menjadi api yang bernyala-nyala dan tidak dapat dipadamkan atau disembunyikan. Semua firman Allah seolah-olah harus disampaikan dan dicurahkan kepada bangsanya. Semangat yang berkobar bangkit berkat karya Allah yang bekerja dalam hati nabi Yeremia. Yeremia seorang manusia yang biasa dan lemah dibuat allah menjadi seorang nabi yang luar biasa kuatnya.


BAB IV
SEMANGAT KENABIAN YEREMIA BAGI KARYA DAN PELAYANAN KATEKIS DEWASA INI

4.1.            Pengalaman Kenabian Katekis dalam Menjalani PPL Paroki
Nabi Yeremia tidak mengandalkan kekuatan dan kata-kata sendiri dalam melaksanakan tugas pelayanannya. Tugas dan pelayanannya senantiasi dihidupi oleh kekuatan dari Allah. Berkat semangat nabi Yeremia, kegagalan yang dialaminya tidak menjadikan dirinya patah semangat dan berpaling dari Allah dalam melayani. Yeremia tetap semangat dan senantiasa berpegang pada penyertaan Allah dan senantiasa hidup dengan bertumpu kepada-Nya.
Menjadi seorang katekis yang melaksanakan PPL Paroki, hendaknya perlu menggunakan semangat pelayanan seperti halnya Yeremia. Katekis hendaknya memiliki semangat hidup yang berpusat pada Allah serta meneladan semangat kenabian Yeremia.
Nabi Yeremia merupakan sosok utusan Allah yang begitu taat dan setia terhadap segala sesuatu yang ditugaskan dalam hidupnya. Segala sesuatu yang ditugaskan atau diperintahkan kepadanya selalu dilaksanakan seturut dengan yang allah firmankan atau sabdakan kepadanya. Saat Allah memanggil dan memilih nabi Yeremia untuk mewartakan karya keselamatan Allah, ia mampu menerima tugas yang Allah percayakan tersebut (Yer 1:8-9).
Keteladanan hidup seperti nabi Yeremia perlu dan sebaiknya harus diteladani oleh katekis. Terutama katekis yang berkarya dalam situasi dunia dewasa ini, khususnya dalam menjalankan PPL Paroki. Mengedepankan kehendak Allah di atas segala sesuatu memang bukan hal yang mudah dan perlu usaha keras dari katekis sendiri. Seperti halnya cinta nabi Yeremia kepada Allah yang begitu besar, demikian pula dengan bangsa yang mendurhaka tetap ia kasihi dan ia layani. Maka sudah sepantasnya juga katekis dapat memiliki kepekaan yang mampu mengutamakan kehendak Allah. Sehingga dengan demikian akan tumbuh kecintaan kepada Allah dan sesama dengan setulus hati seperti nabi Yeremia. Selain itu katekis juga harus melayani tanpa pandang buluh, karena semua merupakan umat yang dikasihi Allah.
Nabi Yeremia senantiasa hidup dengan mengedepankan kehendak Allah. Berkat hidup dengan mengedepankan kehendak Allah, nabi Yeremia menjadi peka terhadap Allah yang senantiasa menggerakkan hatinya. Selain itu nabi Yeremia dapat menanggapi panggilannya berkat Allah juga yang menggerakkan hatinya. Yeremia merupakan nabi yang dipilih dan diutus untuk menyelamatkan umat-Nya. Perutusan nabi Yeremia merupakan karya istimewa Allah yang menggerakkan hatinya dan pada akhirnya menyanggupkan dirinya menerima dan melaksanakan karya pelayanan. Disebut karya istimewa karena Allah telah menaruh kepercayaan kepada nabi Yeremia sebagai umat pilihan-Nya untuk terlibat dalam karya-Nya yang agung dan mulia (Yer 1:4-19).
Sejak awal Allah telah memilih Yeremia untuk menjadi nabi, jauh sebelum dirinya terbentuk dalam rahim ibunya dan dilahirkan ke dunia. Namun nabi Yeremia seolah-olah sedikit berkelit dan berusaha untuk menghindar dari tugas yang Allah berikan. Yeremia merasa diri masih muda dan tidak pandai untuk berbicara. Tetapi pada dasarnya dalam menanggapi perintah dan panggilan dalam tugas perutusan tersebut bukanlah keterampilan yang menentukan, melainkan kerelaan hati dan kesanggupan dari nabi sendiri.
Nabi Yeremia pada akhirnya mampu menyadari panggilan-Nya dengan penuh kerelaan berkat kuasa Allah yang bekerja dalam hatinya. Nabi Yeremia bersedia menerima tugas perutusan-Nya untuk bekerjasama dengan Allah. Keputusan nabi Yeremia berkat dorongan kuasa Allah yang menggerakkan hatinya. Allah menggerakkan hati nabi Yeremia untuk melayani demi terwujudnya keselamatan bagi umat manusia. Berkat karya Allah yang bekerja dalam hati Yeremia memampukannya dalam menghadapi segala kesulitan dan penderitaan yang akan dialaminya dalam melaksanakan tugas. Dengan demikian, panggilan dan perutusan nabi Yeremia adalah panggilan yang menguatkan, meneguhkan dan mengokohkan pelayanan Yeremia karena didasari kekuatan Allah yang mampu menggerakkan hati Yeremia.
Katekis hendaknya menyadari tugas panggilannya sebagai seorang pewarta karena terdorong oleh kuasa Allah yang menggerakkan hatinya. Kuasa Allah yang mampu menggerakkan hati katekis ini merupakan kuasa Roh Allah. Dengan demikian katekis hendaknya peka akan kehadiran Roh Allah yang menggerakkan hatinya supaya dapat mengabdikan diri kepada-Nya dan melayani umat dengan baik.
Supaya dapat menyadari kehadiran Roh Allah yang mampu menggerakkan hatinya, katekis dapat meneladan sosok nabi Yeremia. Maka katekis hendaknya memiliki keyakinan dan kepercayaan seperti nabi Yeremia, bahwa akan selalu ada jaminan penyertaan Allah. Dengan keyakinan itu maka katekis dapat melaksanakan panggilan dan tugas perutusanya dengan penuh kesadaran yang tinggi. Katekis hendaknya penuh keterbukaan hati menyadari bahwa dalam melaksanakan tugas ia tidak sendiri, namun ada kuasa Roh Allah yang senantiasa menyertai dan hadir untuk menggerakkan hatinya.
Yeremia juga manusia biasa yang memiliki perasaan pada umumnya. Yeremia sempat menyatakan tidak sanggup ketika Allah memberi tahu mengenai tugasnya sebagai nabi bagi bangsanya. Namun dengan berpasrah diri kepada Allah akhirnya Yeremia menerima tugasnya tersebut. Selama nabi Yeremia mengemban tugasnya, ia harus bergumul dengan sikap acuh tak acuh, penolakan, ejekan dan bahkan tindak kekerasan fisik dari bangsanya sendiri. Meskipun demikian Yeremia tetap berusaha melayani bangsanya yang mayoritas tidak mau menerimanya dan tidak mau mengenal Allah. Berkat senantiasa hidup mengedepankan Allah maka nabi Yeremia dapat hidup dengan berpusat dan mengandalkan kekuatan dari Allah.
Dinamika pelayanan katekis sebagai pewarta juga akan selalu menemui suatu tantangan yang tidak pernah dapat dipisahkan darinya seperti yang dialami Yeremia. Bahkan terkadang katekis dapat mengalami jatuh atau gagal dalam menjalankan karya pelayanan serta dalam berelasi baik dengan Allah dan sekitarnya. Tetapi katekis dapat melihat semua tantangan yang dihadapinya itu sebagai bagian dalam  proses pembelajaran dan pematangan diri. Katekis akan menemukan solusi apabila ia selalu hidup dengan mengedepankan kehendak Allah serta berpasrah diri kepada-Nya yang menjadi sumber kekuatan dan keselamatan.
Yeremia sendiri juga harus menghadapi berbagai godaan yang dapat melemahkan kehidupan imannya. Namun Yeremia senantiasa ingat bahwa Allah berjanji menyertai dan melindungi dia dari tantangan yang ada. Bahkan segala macam kesalah pahaman, penganiayaan, kesepian, dan pergumulan batin yang dialami Yeremia justru menjadi andalan untuk semakin menguatkan kehidupan imannya kepada Allah. Maka menjadi seorang katekis perlu berusaha untuk hidup dalam iman seperti nabi Yeremia. Dengan hidup dalam iman katekis dapat memperoleh peneguhan dan dapat berefleksi mengenai kehidupan yang mampu menguatkan dirinya untuk berpegang kepada Allah.
Yeremia merupakan nabi yang senantiasa mengalami kesulitan dan tantangan besar dalam melaksanakan pelayanannya. Namun semua dapat diatasi nabi Yeremia berkat hidup dengan mengedepankan kehendak Allah. Usaha nabi Yeremia untuk senantiasa mengedepankan kehendak Allah ialah dengan hidup dalam doa atau penyerahan diri kepada Allah. Yeremia merupakan seorang nabi yang sangat tekun dalam doa dan penyerahan diri secara total kepada Allah. Doa dan penyerahan diri secara total kepada Allah telah menjadi bagian integral dari hidup dan pengalaman sehari-hari nabi Yeremia. Yeremia 12: 1-11; 14: 7-11; 15: 15-18; 17: 13-18 dan 20: 7-9  merupakan bagian yang mengungkapkan segala doa dan keluh kesahnya yang penuh pergumulan dan penyerahan diri kepada Allah.
Sama halnya dengan nabi Yeremia, maka katekis sebagai pelayan Allah hendaknya senantiasa hidup mengandalkan Allah dengan doa atau penyerahan diri secara total. Dewasa ini secara khusus katekis dapat berserah diri kepada Allah melalui doa-doa devosi. Sebab doa atau devosi merupakan bagian terpenting dari persekutuan dengan Allah. Melalui doa atau devosi katekis dapat semakin terlatih untuk semakin berserah diri kepada Allah. Dengan demikian katekis dapat semakin diteguhkan untuk melaksanakan karya pelayanannya seperti nabi Yeremia. Melalui doa atau devosi Allah akan hadir menjadi sumber kekuatan yang dapat menopang katekis ketika berada dalam kesesakan hidup ketika melayani.

4.2.            Pengalaman Kenabian Katekis dalam Menjalani PPL Stasi
Hidup dengan mengedepankan kehendak Allah dibutuhkan kepekaan yang luar biasa terhadap Sabda Allah sendiri. Sejak awal panggilan Yeremia menjadi seorang nabi, ia juga telah mengalami pergulatan dengan Sabda Allah. Bahkan dipahami bahwa karya pewartaan yang dilaksanakan oleh Yeremia didorong oleh kekutan Sabda Allah itu sendiri (Yer 15:6). Sabda Allah menjadi suatu suka cita tersendiri bagi hidup nabi Yeremia. Kuasa Sabda Allah begitu kuat dan hebat sehingga Yeremia dapat merasakan kebahagiaan dengan menghidupi-Nya dalam dirinya sendiri.
Menjadi seorang pewarta merupakan tugas berat yang harus diemban oleh katekis. Secara teori, tugas seorang katekis dalam mewartakan Sabda Allah seolah dapat dengan mudah untuk dilaksanakan. Namun dalam kenyataannya tugas menjadi katekis yang mewartakan merupakan suatu hal yang sulit untuk dijalankan. Bukan berarti katekis sendiri dengan mudah menjadi pelaksana Sabda Allah yang baik dan tekun serta setia.
Seorang katekis melaksanakan tugas dan karya pewartaannya hendaknya karena yakin bahwa Sabda Allah merupakan hal yang bernilai penting serta harus diperjuangkan. Setiap ucapan yang keluar dari mulut katekis hendaknya merupakan cerminan dari Sabda Allah yang diresapinya. Dengan demikian, hidup baik yang sesuai dengan yang disabdakan Allah hendaknya terlebih dahulu ditanamkan dan dilaksanakan oleh katekis sebelum dia menerapkannya kepada orang lain. Berat tidaknya hidup menurut yang disabdakan Allah pada dasarnya dapat dikatakan tergantung dari cara pandang katekis sendiri.
Keutuhan dan keaslian hidup nabi Yeremia begitu nampak dalam perjuangannya untuk mengabdikan diri dan melayani Allah. Nabi Yeremia sungguh-sungguh hidup dalam Allah sehingga semua yang dilakukannya bukanlah kepalsuan, kemunafikan dan kepura-puraan. Yeremia sungguh-sungguh berjuang untuk mempersembahkan diri baik untuk Allah maupun bangsa Israel yang berdosa agar kembali kepada Allah. Nabi Yeremia telah menunjukan keutuhan dan keaslian hidup dengan sikap sebagai abdi Allah yang agung.
Belajar dari nabi Yeremia yang memiliki keutuhan dan keaslian hidup, maka katekis pun harus sama halnya dengan Yeremia. Karya katekis dewasa ini sangat memerlukan keutuhan dan keaslian hidup yang mengalir dari pribadinya sebagai seorang pewarta Allah. Dunia dewasa ini membutuhkan pewarta yang berbicara mengenai Allah yang mereka kenal dan akrab dengan hidupnya. Sehingga dengan demikian seakan katekis telah melihat Allah yang tidak kelihatan secara indera manusia.
Hidup katekis yang utuh dan asli mengharapkan adanya kesaksian mengenai Allah yang menghidupinya. Dengan hidup utuh dan asli juga dapat memampukan katekis untuk menghayati nilai-nilai kebenaran yang difirmankan Allah. Dengan mengusahakan untuk hidup untuh dan asli maka katekis dapat mencapai tujuan seperti yang diharapkan dalam melayani. Dengan hidup utuh dan asli katekis juga dapat semakin melayani umat dengan penuh semangat luhur akan Allah dan sesama. Maka dengan demikian katekis dapat melaksanakan pelayanannya dengan penuh ketulusan dan kerendahan hati.
Cara hidup nabi Yeremia dalam memperjuangkan pelayanannya didasari karena rasa cintanya yang mendalam kepada Allah dan bangsa Israel yang berdosa terhadap Allah. Selain itu Yeremia sendiri merupakan seorang nabi yang memiliki pemahaman yang luar biasa mengenai nubuat-nubuat Allah yang disampaikan kepada bangsanya. Namun Yeremia lebih menunjukan teladan bahwa dalam mewartakan dan melayani bukan sekedar berkata-kata atau bernubuat belaka. Tetapi nabi Yeremia justru menunjukan sikap hidup seorang pelayan yang sebenarnya.
Teladan hidup Yeremia yang berjuang untuk melayani Allah dan bangsanya dengan penuh cinta merupakan nubuat yang benar serta perlu dicontoh oleh katekis. Katekis hendaknya senantiasa memperjuangkan pelayanannya dengan didasari cinta yang mendalam bagi Gereja dan masyarakat di tengah kehidupan dunia dewasa ini. Meskipun harus berhadapan dengan situasi sulit, katekis perlu berupaya membangun semangat untuk melayani Gereja dan masyarakat dewasa ini dengan penuh cinta bagi semua umat manusia. Pelayanan katekis yang penuh cinta ini bertujuan demi terealisasinya karya keselamatan Allah. Pelayanan katekis yang penuh cinta sangat dibutuhkan dalam situasi dunia dewasa ini.


BAB V
PENUTUP

5.1.            Kesimpulan
Dunia dewasa ini sungguh telah berubah. Perubahan tersebut meliputi seluruh dimensi hidup manusia. Perubahan yang terjadi dapat menjauhkan umat manusia dari Allah. Bertitik tolak dari situasi tersebut, kehadiran katekis diharapkan dapat menjadi pewarta Firman Allah. Katekis diharapkan dapat berdinamika dan berkarya di tengah-tengah situasi zaman yang senantiasa berubah. Mengemban tugas menjadi seorang katekis bukan sesuatu yang mudah untuk dilaksanakan.
Keutamaan hidup katekis harus sungguh dikedepankan serta diperhatikan. Keutamaan hidup katekis dapat menguatkan dirinya dalam menghadapi tantangan ketika melaksanakan pelayanannya. Menjadi katekis harus mampu untuk menghadirkan Allah dalam hidupnya. Kehadiran Allah hendaknya menjadi sumber kekuatan bagi katekis dalam menghadapi tantangannya. Kehadiran Allah juga memberikan semangat baru untuk melayani dalam berbagai situasi. Katekis perlu menyadari bahwa Firman Allah harus dihidupi. Dengan demikian menjadi katekis harus mampu melepaskan egoisme dan senantiasa hidup mengedepankan Allah. 
Dari paparan yang telah diulas terkait semangat kenabian Yeremia bagi katekis dewasa ini, terlihat bahwa ada beberapa hal penting yang dapat diteladani oleh katekis dari sosok nabi Yeremia. Hal terpenting yang dapat diteladani oleh katekis dari sosok nabi Yeremia yakni terkait semangat kenabiannya dalam melayani Allah dan umat-Nya. Semangat kenabian Yeremia tidak pernah lepas dari rasa percayanya dengan penuh keteguhan hati akan Allah. Rasa percayanya kepada Allah ini mampu memberikan kekuatan dalam hidupnya ketika harus menjalankan tugas yang diembannya. Sehingga pada akhirnya nabi Yeremia dapat melayani umat-Nya dengan penuh kasih.
Katekis memiliki tugas dan peranan penting yang dipercayakan Allah kepadanya dalam situasi dunia saat ini. Sama seperti nabi Yeremia, katekis juga memiliki tugas untuk melayani dan mewartakan Firman Allah. Tantangan yang dihadapi oleh nabi Yeremia dan katekis ini memang berbeda. Namun secara hakiki perutusan memiliki kesamaan dan perlu sikap yang senada. Solusi dalam menghadapi tantangan tersebut  adalah tetap bertumpu dan berpusat kepada Allah Sang Sumber kehidupan. Hanya dengan kuasa Allah dan penyertaan-Nya yang dapat memberi jalan keluar terbaik dalam menghadapi tantangan yang ada.
Nabi Yeremia dan katekis memiliki tugas yang sama yaitu mewartakan Firman Allah. Namun yang membuat sedikit berbeda yakni terletak pada situasi zamannya. Maka ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan oleh katekis terkait dengan dunia dewasa ini. Hal pertama ialah mengenai tantangan yang harus dihadapi oleh katekis dalam melaksanakan tugas pewartaannya. Memang dunia dewasa ini terlihat jelas dengan perubahan zaman yang semakin maju. Maka dalam situasi ini sosok dan peran seorang katekis amat sangat dibutuhkan dan diharapkan. Dalam hal ini katekis harus tanggap dengan kondisi lingkungannya dan mampu memberikan solusi atas masalah yang dihadapi.
Hal terpenting yang kedua adalah terkait dengan spritualitas hidup seorang katekis. Seorang katekis harus senantiasa bertekun dalam doa dan hidup rohani agar Allah dapat benar-benar hadir di dalam dirinya. Selain itu seorang katekis hendaknya selalu membaca dan mendalami Sabda Allah. Dengan dihidupi semangat Roh Allah dalam diri seorang katekis seperti yang dilakukan oleh nabi Yeremia, maka akan menguatkannya untuk melaksanakan karya pelayanannya di tengah dunia dewasa ini.

5.2.            Refleksi dan Pergulatanku Mengenai Relevansi Kenabian Yeremia dalam Menjalankan Tugas Menjadi Seorang Calon Katekis
Begitu banyak suka duka yang penulis alami dalam menjalani kehidupan yang sekarang ini, yakni menjadi seorang katekis. Sekalipun saat ini penulis masih berstatus sebagai “calon katekis” atau sering disebut sebagai “cakis”, namun nama atau gelar itu benar-benar tertancap dalam benak penulis dan di mata semua umat beriman yang mengetahui keberadaan katekis dalam lingkup gereja. sekalipun masih dalam masa “belajar” menjadi katekis, namun di mata umat, penulis adalah seorang katekis dan bukan lagi seorang calon katekis yang masih butuh belajar. Kebanyakan umat menganggap bahwa penulis dan calon katekis yang lain sudah mahir untuk melakukan segala hal yang sudah seharusnya dikerjakan para katekis yang sudah mahir di bidangnya. Hal ini cukup membuat penulis sedikit merasa terpaksa harus menguras otak dan energi yang lebih untuk bisa memuaskan keinginan umat dari para katekis, terutama penulis.
Terkadang penulis berfikir, bagaimana mungkin penulis yang notabene adalah calon katekis, harus mahir dan bisa melakukan segala hal yang semestinya dilakukan oleh katekis padahal penulis sendiri masih belajar? Bagaimana mungkin umat berharap dapat belajar dari penulis, sedangkan penulis sendiri juga masih belajar? Bagaimana mungkin anak-anak yang penulis ajar di sekolah menganggap bahwa penulis adalah seorang guru sungguhan, sedangkan penulis sendiri masih “belajar mengajar”? Pertanyaan-pertanyaan itu masih terus muncul dalam diri penulis sampai saat ini.
Sebagai seorang manusia biasa, terlebih seorang perempuan yang sedang dalam masa pertumbuhan entah dalam segi fisik maupun psikis, penulis juga memiliki keinginan dan masa-masa yang sama halnya dirasakan dan dialami oleh perempuan-perempuan di usia yang sama seperti penulis pada umumnya. Suka berdandan, menarik perhatian lawan jenis, bermanja-manja dengan pasangan (pacar), suka belanja barang-barang yang terkadang kurang penting, dan malas ke gereja karena godaan-godaan tertentu. Semuanya juga penulis alami sebagaimana manusia lain pada umumnya. Namun, terkadang penulis terpaksa menahan semuanya itu untuk menjaga nama baik penulis, nama baik lembaga, dan nama baik katekis di mata umat ketika penulis berada di luar. Sekalipun penulis harus berbuat demikian dan berusaha untuk menjadi orang yang baik di mata umat, namun seolah-olah penulis harus memakai topeng di depan mereka semua. Contoh kecilnya saja, ketika hari besar Gereja, seperti Natal dan Paskah yang sudah menjadi kebiasaan penulis untuk berdandan dan memakai baju serta aksesoris yang lebih dari biasanya, namun penulis terpaksa berubah menjadi sederhana untuk tidak menimbulkan kesan “katekis glamour.”
Menjalani kehidupan sebagai seorang calon katekis agar menjadi katekis yang sesungguhnya tidak pernah lepas dari rasa tidak diterima, diacuhkan dan terbuang. Saat menjalani PPL Paroki dan berkunjung ke rumah umat, penolakan demi penolakan terkadang penulis alami ketika hendak mengunjungi rumah umat di lingkungan. Rasa tidak dianggap karena terlihat seperti anak kecil juga penulis rasakan. Rasa diremehkan, dipandang kecil, tidak bisa apa-apa, bahkan rasa diperalat pun juga penulis rasakan ketika menjalani masa PPL Paroki. Begitu juga dengan PPL Stasi. Seperti di awal penulis katakan bahwa di stasi yang notabene masyarakat pedesaan, penulis harus tampil serba sederhana dan serba apa adanya. Memang itu menjadi pelajaran bagi penulis untuk bisa hidup sederhana, namun dibalik itu semua penulis juga merasakan bahwa penulis harus menutup-nutupi siapa penulis yang sebenarnya di mata umat stasi. Penulis yang manja, harus bersikap dewasa dan mandiri di mata umat. Penulis yang terkesan tipe orang yang cerewet, harus mengurangi kecerewetan penulis di mata umat. Dan yang lebih membuat penulis merasa tidak suka adalah PPL Paroki atau Stasi seolah-olah dijadikan ajang untuk berlomba mendapatkan hati umat, sehingga segala sesuatu yang dilakukan hanya berstatus “cari muka”.
Namun, dibalik rasa duka dan ketidaksenangan penulis saat menjalani kehidupan sebagai seorang calon katekis, pastilah penulis juga mengalami rasa senang, bahagia, haru dan semacamnya. Kehadiran seorang calon katekis yang selalu diharapkan dan ditunggu oleh sebagian umat di Paroki maupun Stasi membuat penulis termotivasi untuk selalu dekat dengan mereka (umat). Sekalipun masih calon katekis yang sebenarnya masih belajar, kehadiran penulis di Paroki maupun Stasi membuat penulis merasa diterima oleh umat karena mereka begitu welcome kepada penulis dalam setiap kegiatan. Selain itu, ketika ada umat yang bercerita tentang kehidupan pribadinya kepada penulis, penulis merasa terharu. Karena, bagi penulis pribadi, penulis masih seorang anak yang berusia 19/20 tahun yang masih sangat minim dalam hal pengalaman hidup. Namun dengan begitu percayanya mereka mau menceritakan kehidupan mereka kepada penulis.
Terkadang justru penulis merasa tidak pantas, karena penulis masih anak kecil dan tidak tahu harus bicara apa ketika mereka bercerita kepada penulis. Namun, penulis sadar bahwa tidak semua dari mereka ingin dijawab. Terkadang mereka hanya membutuhkan orang untuk mendengarkan keluhan mereka. Hanya dengan demikian saja mereka merasa lega. Begitu banyak yang bisa penulis dapatkan dan penulis pelajari saat menjalankan PPL Paroki maupun Stasi. Rasa dipercaya umat menjadikan motivasi tersendiri bagi penulis untuk menjadi lebih baik dari diri penulis yang sebelumnya.
Begitu banyak hal yang penulis dapatkan saat penulis menjalani kehidupan penulis sebagai seorang calon katekis. Suka duka, canda tawa, tangis, haru, bahagia dan sebagainya penulis rasakan dan penulis alami dengan berbagai macam emosi. Namun segala duka tidak membuat langkah penulis terhenti untk menjadi seorang katekis. Justru dengan adanya rasa suka dalam segala dinamika yang penulis alami, itu membuat penulis semakin penasaran akan apa yang akan penulis alami selanjutnya dan itu semakin membuat penulis tertantang.
Sekalipun penulis seorang calon katekis, namun tidak menutup kemungkinan bahwa penulis juga sering mengalami putus asa. Dalam kondisi tidak diterima oleh umat, keadaan capek fisik maupun psikis, tugas kuliah yang menumpuk ditambah lagi dengan masih berjalannya masa PPL, nilai yang tidak sesuai target, sampai dengan kondisi ekonomi keluarga yang terkadang tidak mendukung. Semuanya itu membuat penulis sering merasa putus asa. Merasa lelah/capek dalam hal fisik dapat penulis atasi dengan mudah, sekalipun tidak sembuh dengan secepatnya. Namun, penulis merasa akan lebih mudah putus asa jika rasa capek yang penulis alami adalah berkaitan dengan psikis.
Kebanyakan orang yang mengenal penulis, mereka menganggap bahwa penulis adalah seorang anak yang tegar dan kuat. Hal ini dikarenakan penulis selalu saja tersenyum di depan mereka sekalipun penulis ada masalah. Penulis hanya akan menangis di depan mereka jika penulis memang benar-benar tidak kuat dan masalah yang penulis hadapi benar-benar berat.
Menjadi seorang calon katekis terkadang memiliki beban dan tanggung jawab tersendiri yang harus penulis pikul dengan sekuat tenaga. Seperti yang penulis katakan di awal, bahwa penulis adalah seorang anak yang juga mengalami dan merasakan masa-masa sebagaimana yang dialami anak-anak seusia penulis. Menikmati semuanya itu pasti membuat penulis merasa bahagia dan merdeka. Bebas melakukan segala yang penulis mau, dan bebas untuk menjadi diri penulis sendiri tanpa harus menjaga diri/image di depan orang-orang tertentu. Namun, dengan kesadaran penuh bahwa penulis adalah seorang calon katekis yang amu tidak mau menjadi contoh maupun teladan bagi sebagian orang, penulis rela untuk mengesampingkan segala kegembiraan penulis demi untuk Allah.
Di akhir pekan (Sabtu-Minggu) adalah hari di mana semua orang merasa bebas dan libur serta refreshing dari segala kegiatan dan rutinitas yang dilakukan selama sepekan penuh. Apalagi bagi anak muda seusia penulis, hari Sabtu Minggu adalah hari merdeka dimana kami bisa berjalan-jalan, berkumpul bersama dan melakukan segala yang kami mau untuk menunjukkan bahwa kami berjiwa muda. Namun, semuanya itu penulis tinggalkan untuk melakukan praktek PPL di Paroki maupun Stasi. Rasa berat hati, keterpaksaan dan keluhan memang penulis alami ketika awal penulis melakukan hal ini. Namun, lama-kelamaan justru menjadi kerinduan tersendiri bagi penulis untuk berjumpa dengan umat Allah di Paroki maupun di Stasi.
Terkadang penulis berfikir bahwa Allah memang sudah mengatur segala sesuatunya sedemikian rupa sehingga penulis menjadi seperti sekarang ini. Sehingga dengan pikiran penulis seperti itu, penulis menjadi semakin merasa berarti di mata Allah, karena secara tidak langsung penulis merasa bahwa Allah sudah memilih penulis untuk menjadi tangan dan lidah-Nya untuk melakukan pekerjaan-Nya.
Dengan segala dinamika yang penulis alami saat penulis menjalankan kehidupan penulis sebagai seorang calon katekis, itu membuat penulis merasa begitu berarti di mata Allah. Hingga sampai saat ini pun penulis masih merasa bahwa Allah memang telah memilih penulis untuk menjadi tangan dan lidah-Nya untuk mewartakan kerajaan-Nya. Sebuah tanggung jawab yang berat yang harus penulis lakukan karena menjadi pekerja di ladang Tuhan tidaklah mudah. Namun segalanya menjadi ringan ketika penulis kembali mengingat bahwa Allah telah memilih penulis.
Selain ingatan dan kesadaran penulis bahwa Allah telah memilih penulis yang membantu membuat segala pekerjan penulis menjadi ringan, lagu “Bagaikan Bejana” juga sangat membantu penulis untuk menyadari bahwa penulis adalah alat Tuhan. Dengan lagu tersebut penulis terbantu untuk memohon pada Allah agar Dia benar-benar menggunakan penulis sebagai alat-Nya. Melalui lirik-lirik lagu tersebut penulis memohon kepada Allah untuk menggunakan diri dan hidup penulis seturut dengan kehendak-Nya.
Segala sesuatu yang menjadi pilihan kita pastilah memiliki konsekuensi tersediri. Begitu juga dengan penulis yang memilih katekis sebagai jalan hidup penulis. Segala resiko dan konsekuensinya sudah penulis pikirkan sebelum penulis memutuskan untuk kuliah di lembaga ini. Jangankan untuk konsekuensi saat menjalani perkuliahan di kampus ini. Ketika penulis mengambil keputusan untuk memilih kuliah sebagai seorang katekis saja, sudah menimbulkan konsekuensi tersendiri bagi penulis. Pihak keluarga yang kurang setuju dengan pilihan penulis, dan belum lagi sedikit sindiran dari teman-teman SMA penulis yang mengatakan bahwa sayang sekali jika penulis harus memilih melanjutkan kuliah sebagai seorang katekis, mengingat nilai-nilai penulis yang lumayan bagus. Dengan awal yang sudah menimbulkan konsekuensi, maka penulis sudah bisa menebak bahwa untuk selanjutnya konsekuensi yang penulis hadapi akan jauh lebih berat daripada konsekuensi yang penulis dapatkan ketika awal penulis memutuskan untuk berkuliah sebagai seorang katekis atau guru agama.
Dan sampai dengan saat ini, penulis dengan penuh kesadaran mau menerima segala konsekuensi yang harus penulis hadapi. Penulis mau dan siap menjalani segala konsekuensi yang harus penulis jalani dan penulis hadapi. Sekalipun terkadang penulis mengeluh dan merasa putus asa di saat-saat tertentu, namun penulis tidak pernah lelah untuk selalu meminta kepada Tuhan agar selalu menguatkan penulis untuk menghadapi segala konsekuensi penulis dengan penuh tanggung jawab. Memang tidak mudah untuk menghadapai konsekuensi tersebut, tetapi ini sudah menjadi pilihan penulis. Apa yang menjadi pilihan penulis, penulis harus berani menghadapinya dengan segala resikonya karena itu sudah menjadi tanggung jawab penulis yang sudah berani untuk menentukan pilihan atas diri penulis sendiri.


DAFTAR PUSTAKA

Darmawijaya, St. 1990. Warta Nabi abad VIII. Yogyakarta: Kanisius.

Darmawijaya, St. 1992. Iman Leluhur “Jiwa & Semangat Perjanjian Lama 1”. Yogyakarta: Kanisius.

Darmawijaya, St. 1992. Warisan Para Nabi. Yogyakarta: Kanisius.

Darmawijaya, St. 2009. Seluk Beluk Kitab Suci. Yogyakarta: Kanisius.

Darmawijaya, St.. Tindak Kenabian: Kisah Perbuatan Aneh para Nabi. Yogyakarta: Kanisius.

Groenen, C. 1992. Pengantar ke Dalam Perjanjian Lama. Yogyakarta: Kanisius.

Komisi Kateketik Keuskupan Padang. 1988, Spiritualitas Seorang Katekis, Padang: Komisi Kateketik Keuskupan Padang.

KOMKAT KWI. 1997. Pedoman untuk Katekis. Yogyakarta: Kanisius.

KWI, 1995, Katekismus Gereja Katolik, Ende: Arnoldus.

Lembaga Alkitab Indonesia. 2012, Alkitab Deuterokanonika, Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia.

Moloney, F.J. & I. Suharyo. 1988. Menjadi Murid dan Nabi “Model Hidup Religius Menurut Kitab Suci”. Yogyakarta: Kanisius.

Prasetya, L. 1999. Menjadi Katekis Siapa Takut. Yogyakarta: Kanisius.

Supriyadi, Agustinus. 2011. Kitab-kitab Para Nabi. Madiun: Karya tidak diterbitkan.

0 comments:

Post a Comment