RSS

RELEVANSI NABI YEREMIA BAGI KARYA DAN PELAYANAN KATEKIS DEWASA INI



BAB I
PENDAHULUAN

1.1.            Latar Belakang Masalah
Para nabi terkenal dengan seniman-seniman sabda. Ia berbicara atas nama Allah, dan dengan demikian pewartaan nabi menyampaikan sabda Allah bagi manusia. Nabi adalah orang-orang yang memiliki hubungan sangat erat dan sangat mendasar dengan Allah. Dapat dikatakan, mereka adalah orang-orang Allah. Namun mereka juga orang-orang yang amat sangat prihatin dengan kehidupan masyarakat yang nyata. Dengan demikian, nabi merupakan pelayan atau abdi Allah yang menjadi perpanjangan mulut atau tangan Allah dalam karya keselamatan bagi umat manusia.
Menjadi seorang katekis, sama halnya menjadi seorang nabi. Maka, nabi dan katekis memiliki tugas yang sama yakni mewartakan. Menjadi katekis berarti memiliki peranan penting dalam kehidupan Gereja untuk mewartakan karya keselamatan bagi seluruh umat. Tugas dan peranan katekis yang luhur dan mulia tentu bukanlah hal yang mudah untuk dilaksanakan. Tentu akan dijumpai berbagai macam tantangan yang menghadang. Tantangan yang akan menjadi batu sandungan bagi katekis. Katekis dalam menghadapi tantangan ini hendaknya mampu mencari solusi dan jalan keluar dalam bersikap dan bertindak di tengah dunia dewasa ini.
Nabi Yeremia dapat dijadikan sosok yang menjadi teladan bagi para katekis untuk melakukan karya dan pelayanan di tengah umat. Nabi Yeremia menerima tugas panggilannya dengan penuh ketulusan dan senantiasa percaya akan janji Tuhan atas dirinya (Yer 1:8). Yeremia sebagai nabi harus menghadapi bangsa yang durhaka terhadap Allah dan bahkan menolak pelayanan yang dilakukan olehnya. Kendati demikian, Yeremia tetap setia melayani bangsa Israel dengan penuh kasih layaknya ia mengasihi Allah. Banyak tantangan yang harus dihadapi oleh Yeremia sampai harus mempertaruhkan nyawanya akibat penolakan yang terjadi terhadapnya. Namun, tantangan yang ada justru semakin meneguhkan iman Yeremia dan tidak memudarkan semangatnya untuk terus melayani Allah dan bangsa Israel.
Melihat pernyataan di atas, penulis merasa tertarik untuk menulis sebuah karya tulis dengan judul: “RELEVANSI NABI YEREMIA BAGI KARYA DAN PELAYANAN KATEKIS DEWASA INI”.
 Penulis berharap, agar para calon katekis dapat semakin terpanggil untuk melaksanakan tugas perutusannya sebagai seorang pewarta dengan meneladani semangat pewartaan para nabi Yeremia yang senantiasa berjuang untuk mewartakan Kerajaan Allah di tengah umat.

Tugas dan Fungsi Nabi dalam Refleksi Kritis Panggilan Seorang Calon Katekis


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.            Latar Belakang Masalah
Berbagai macam pengertian bisa muncul dalam angan-angan kita bila di zaman ini berbicara mengenai nabi. Bayangan itu diantaranya: nabi adalah seorang tokoh yang bisa menyuarakan pembaharuan hidup bersama. Seorang tokoh masyarakat yang berani disebut nabi. Tokoh seperti Mahatma Gandhi, kerap disebut sebagai nabi zaman kita. Pembela rakyat kecil seperti ibu Teresa, bdapat pula dikatakan sebagai nabi. Pelopor dalam dunia seni bisa juga digelari nabi. W.S. Rendra disebut nabi seni sastra Indonesia zaman ini.
Dalam kehidupan beragama, pengertian nabi pun seringkali kabur. Tokoh-tokoh seperti Abraham, Musa, Daud, Salomo, Yesus/Isa Almasih, Muhammad, dalam pengertian biasa juga disebut nabi. Tokoh yang mempunyai peranan yang cukup menentukan dalam kehidupan beragama, dengan mudah mendapatkan gelar nabi.
Suara kenabian yang terkenal sebagai zaman ramai – perhatikan misalnya HP atau alat komunikasi yang lain – yang membuat manusia bisa kehilangan kepekaan pendengarannya, juga mengenai hal-hal yang amat pelik. Suara nabi yang memproklamasikan suara hati nurani yang jujur, tulus, berani, berkumandang.
Melihat pernyataan di atas, penulis merasa tertarik untuk menulis sebuah karya tulis dengan judul: “TUGAS DAN FUNGSI NABI DALAM REFLEKSI KRITIS PANGGILAN SEORANG CALON KATEKIS”.
Penulis berharap, agar para calon katekis dapat semakin terpanggil untuk melaksanakan tugas perutusannya sebagai seorang pewarta dengan meneladani semangat pewartaan para nabi yang senantiasa berjuang untuk mewartakan Kerajaan Allah di tengah umat.

Makna Panggilan Kitab Yesus bin Sirakh dan Relevansinya bagi Calon Katekis Dewasa ini



BAB I
PENDAHULUAN

1.1.            Latar Belakang Masalah
Edisi kitab Yesus bin Sirakh (Ecclesiasticus) yang direproduksi di Deuterokanonika terbitan Lembaga Biblika Indonesia (LBI berlatarbelakang Katolik Roma, LAI berlatarbelakang Protestan) merupakan terjemahan dari terjemahan Yunani dari kitab ini, yang ditandai dengan adanya pengantar kitab Yesus bin Sirakh terjemahan Yunani di awal kitab ini. Kitab Yesus bin Sirakh memiliki bermacam-macam judul, menurut sejarahnya. Aslinya dikenal sebagai “Kebijaksanaan bin Sirakh” atau “Amsal bin Sirakh”; dalam versi Latin disebut Liber Ecclesiasticus (“Buku Gereja”).
Dari 46 kitab Perjanjian Lama, hanya kitab Yesus bin Sirakhlah yang menuangkan dengan sangat jelas siapa penulisnya. Nama penulis kitab Yesus bin Sirakh jelas diperkenalkan dalam penutup kitabnya: “Yesus bin Sirakh bin Eleazar dari Yerusalem” (Sir 50:27). Dari situ dapat dilihat bahwa jelaslah orang yang bernama Yesus bin Sirakh ini adalah seseorang yang berkediaman di Yerusalem dan menguasai kitab-kitab Kudus bangsanya. Dengan kata lain, Yesus bin Sirakh merupakan seorang ahli Kitab.
Kitab ini berisi permenungan dan pengajaran Yesus bin Sirakh bin Eleazar dari Yerusalem mengenai berbagai masalah kehidupan (bdk. Sir 50:27-29). Kitab Yesus bin Sirakh mau mendidik dan mengajarkan “seni hidup”. Dalam kitabnya terdapat amat banyak nasehat dan anjuran yang sangat praktis dan mengena. Kitab ini secara khusus mengagungkan hukum Taurat sebagai sumber kebijaksanaan dan pusaka bagi bangsa Israel (bdk. Sir 24:23-34). Ia juga membanggakan nenek moyang bangsa Israel yang berkenan kepada Tuhan dan menjadi teladan sepanjang masa (bdk. Sir 44-49). Kitab ini ditulis oleh Yesus bin Sirakh dalam bahasa Ibrani, tetapi kemudian diterjemahkan oleh cucunya dalam bahasa Yunani (bdk. Kata Pengantar).
Kitab Sirakh merupakan kitab yang amat kompleks baik dari segi isi, terjemahan maupun perkembangannya. Tradisi kitab yang masuk dalam daftar Kitab Suci ini menunjukkan betapa kompleksnya permasalahan. Kitab ini pada awalya ditolak oleh daftar Kitab Suci Ibrani dan dianggap sebagai apokrif atau deuterokanonik. Naskah Ibrani pernah hilang, dan kemudian ditemukan sebagian, tidak diketahui kecuali dalam bentuk terjemahan. Namun demikian kitab ini mengandung pesan mendalam dan kekayaan rohani yang menawan.
Melihat pernyataan di atas, penulis merasa tertarik untuk menulis sebuah karya tulis dengan judul: “MAKNA PANGGILAN KITAB YESUS BIN SIRAKH DAN RELEVANSINYA BAGI CALON KATEKIS DEWASA INI”.
Penulis berharap, agar para calon katekis dan khususnya para kaum awam lainnya dapat semakin memahami makna panggilan dari kitab Yesus bin Sirakh dan dapat menemukan hikmat kebijaksanaan sehingga dapat mengaktualisasikannya dalam kehidupan sehari-hari guna menjadi orang yang semakin bijak.

Bentuk Kedewasaan Mahasiswa STKIP Widya Yuwana Madiun



BAB I
PENDAHULUAN

1.1.            LATAR BELAKANG
            Kedewasaan merupakan soal aktuil yang sangat menarik perhatian. Soal mencapai kedewasaan, selalu saja membawa problem-problem khusus bagi orang-orang yang makin sadar akan kompleksitas kehidupan modern saat ini. Hal itu dapat menimbulkan tekanan serta ketegangan dalam kehidupan sehari-hari.
            Soal mencapai kedewasaan itu tidak merupakan “model baru”, melainkan merupakan kesadaran, bahwa kebanyakan orang dalam dunia sekarang initidak mampu menyesuaikan tugas yang dituntut dari mereka oleh situasi dunia dan oleh Gereja.
Melampaui masa kanak-kanak dan remaja bukanlah merupakan sesuatu yang luar biasa, melainkan kebutuhan mutlak bagi siapapun juga yang telah mencapai kedewasaan jasmani dan hendak menempatkan dirinya secara berarti dalam masyarakat umum dan dalam umat Kristiani. Hal ini seharusnya dilukiskan sebagai suatu arah hidup dan bukan sebagai sesuatu yang dapat dicapai secara sempurna.
            Demikian halnya yang terjadi dengan keadaan mahasiswa di STKIP Widya Yuwana Madiun. Dalam komunitas kelas yang disatukan dari berbagai macam usia dan daereh, tentu saja terdapat banyak ciri dan perbedaan kedewasaan dari masing-masing pribadi.
Perbedaan kedewasaan tidak hanya memberi pengaruh kecil, namun juga dapat mempengaruhi pola pikir seseorang dalam bertingkah laku dengan orang sekitar. Dari berbagai macam perbedaan inilah penulis mencoba mengaplikasikan pengertian kedewasaan yang sesungguhnya dengan keadaan mahasiswa STKIP Widya Yuwana Madiun.
Dengan demikian, penulis berharap semoga makalah yang penulis buat dapat berguna bagi kesatuan dan kekompakan angkatan mahasiswa STKIP Widya Yuwana Madiun demi tercapainya tingkat kedewasaan dari berbagai macam usia dan daerah.

Peran Maria dan Hidup Gereja bagi Calon Katekis

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Meskipun tidak dapat disangkal bahwa semua orang Kristiani telah mengetahui, bahkan sering menggunakan kata ‘Gereja’, namun hal itu bukan berarti bahwa semua orang Kristiani juga mengetahui arti dari Gereja tersebut. Kebanyakan paham awal dalam benak kita bila mendengar kata ‘Gereja’, kita selalu mengartikan ‘Gereja’ itu sebagai ‘tempat’ berhimpunnya kaum beriman Kristiani untuk menjalankan Ibadat atau jenis-jenis agama lainnya. Padahal arti ‘Gereja’ dalam kehidupan Kristiani tidaklah sesempit dan seterbatas itu. Gereja sesungguhnya mempunyai arti yang sangat luas, mendalam, dan juga cukup rumit untuk dipahami.
Demikian juga halnya dengan Maria. Kebanyakan orang Kristiani mengangggap bahwa Maria adalah hanya sebagai pribadi yang menjadi perantara. Padahal sebenarnya tidak demikian. Banyak pertanyaan yang muncul ketika orang Kristiani memutuskan bahwa Maria adalah sosok yang pantas untuk dijadikan teladan dalam kehidupan menggereja, sehingga ia disebut sebagai ‘Bunda Gereja’. Alasan demi alasan pun bermunculan dengan adanya pernyataan tersebut sehingga seringkali menjadi bahan perdebatan.
Oleh karena itu, makalah ini dibuat untuk mencoba menjelaskan tentang pengertian Gereja dan Maria serta aplikasinya terhadap calon katekis. Dalam makalah ini akan dijelaskan apa itu Gereja, dan siapa itu Maria yang berperan sebagai Bunda Gereja.

Misteri Allah Tritunggal

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Seperti yang telah kita ketahui bahwa sekarang ini di kalangan awam banyak yang belum memahami akan pengertian dari Allah Tritunggal. Banyak sekali kesalahpahaman akan siapa itu Allah Tritunggal, bagaimana mungkin bisa ada tiga pribadi dalam satu Allah dan satu Allah namun mempunyai tiga pribadi. Hal tersebut sangatlah kecil, namun dapat menjadi dampak besar bagi iman kita, khususnya agama Katolik.
Oleh karena itu, makalah ini dibuat untuk mencoba menjelaskan tentang pengertian dari Allah Tritunggal. Dalam makalah ini, akan dijelaskan mengenai siapa Allah Tritunggal dan bagaimana peran ketiga pribadi (Allah Bapa, Allah Putra, dan Allah Roh Kudus) dalam Credo (Aku Percaya). Penulis mengaitkan Credo dengan Allah Tritunggal, karena di dalam Credo sendiri dengan jelas menerangkan tentang ketiga pribadi Allah Tritunggal.