BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang Masalah
Edisi kitab
Yesus bin Sirakh (Ecclesiasticus) yang direproduksi di Deuterokanonika
terbitan Lembaga Biblika Indonesia (LBI berlatarbelakang Katolik Roma, LAI
berlatarbelakang Protestan) merupakan terjemahan dari terjemahan Yunani dari
kitab ini, yang ditandai dengan adanya pengantar kitab Yesus bin Sirakh
terjemahan Yunani di awal kitab ini. Kitab Yesus bin Sirakh memiliki
bermacam-macam judul, menurut sejarahnya. Aslinya dikenal sebagai
“Kebijaksanaan bin Sirakh” atau “Amsal bin Sirakh”; dalam versi Latin disebut Liber Ecclesiasticus (“Buku Gereja”).
Dari 46 kitab
Perjanjian Lama, hanya kitab Yesus bin Sirakhlah yang menuangkan dengan sangat
jelas siapa penulisnya. Nama penulis kitab Yesus bin Sirakh jelas diperkenalkan
dalam penutup kitabnya: “Yesus bin Sirakh bin Eleazar dari Yerusalem” (Sir
50:27). Dari situ dapat dilihat bahwa jelaslah orang yang bernama Yesus bin
Sirakh ini adalah seseorang yang berkediaman di Yerusalem dan menguasai
kitab-kitab Kudus bangsanya. Dengan kata lain, Yesus bin Sirakh merupakan
seorang ahli Kitab.
Kitab ini berisi
permenungan dan pengajaran Yesus bin Sirakh bin Eleazar dari Yerusalem mengenai
berbagai masalah kehidupan (bdk. Sir
50:27-29). Kitab Yesus bin Sirakh mau mendidik dan mengajarkan “seni hidup”.
Dalam kitabnya terdapat amat banyak nasehat dan anjuran yang sangat praktis dan
mengena. Kitab ini secara khusus mengagungkan hukum Taurat sebagai sumber
kebijaksanaan dan pusaka bagi bangsa Israel (bdk. Sir 24:23-34). Ia juga membanggakan nenek moyang bangsa Israel
yang berkenan kepada Tuhan dan menjadi teladan sepanjang masa (bdk. Sir 44-49). Kitab ini ditulis oleh
Yesus bin Sirakh dalam bahasa Ibrani, tetapi kemudian diterjemahkan oleh
cucunya dalam bahasa Yunani (bdk.
Kata Pengantar).
Kitab Sirakh
merupakan kitab yang amat kompleks baik dari segi isi, terjemahan maupun
perkembangannya. Tradisi kitab yang masuk dalam daftar Kitab Suci ini
menunjukkan betapa kompleksnya permasalahan. Kitab ini pada awalya ditolak oleh
daftar Kitab Suci Ibrani dan dianggap sebagai apokrif atau deuterokanonik. Naskah Ibrani pernah hilang, dan kemudian ditemukan sebagian, tidak diketahui
kecuali dalam bentuk terjemahan. Namun demikian kitab ini mengandung pesan
mendalam dan kekayaan rohani yang menawan.
Melihat
pernyataan di atas, penulis merasa tertarik untuk menulis sebuah karya tulis
dengan judul: “MAKNA PANGGILAN KITAB
YESUS BIN SIRAKH DAN RELEVANSINYA BAGI CALON KATEKIS DEWASA INI”.
Penulis
berharap, agar para calon katekis dan khususnya para kaum awam lainnya dapat
semakin memahami makna panggilan dari kitab Yesus bin Sirakh dan dapat
menemukan hikmat kebijaksanaan sehingga dapat mengaktualisasikannya dalam
kehidupan sehari-hari guna menjadi orang yang semakin bijak.